Belajar Integritas Prajurit dari Jenderal M Jusuf

- Sejarah
  • Bagikan

Mungkin hanya Jenderal Sudirman dan Jenderal M. Jusuf yang dicintai rakyat dan disayangi prajurit.

HERALD.ID — Meski berdarah bangsawan turunan Raja Kajuara Bone, Jusuf yang bernama Andi Muhammad Jusuf Amir mencopot gelar Andi-nya pada 1950-an. Saat ia meninggal Jusuf lebih memilih di pemakaman keluarganya ketimbang di Taman Makam Pahlawan.

Jusuf adalah tokoh sentral yang paham dengan rinci peristiwa 11 Maret 1966 (Supersemar). Pria kelahiran Bone Selatan, 23 Juni 1928 ini merupakan aktor dari banyak peristiwa, sebutlah Permesta, kasus Andi Selle dan pemberontakan Kahar Muzakkar. Pada zaman Orde Baru, Jusuf berperan penting dalam peralihan era kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto.

Dalam perjuangannya di Yogyakarta, Jusuf menjadi ajudan kesayangan Letkol Kahar Muzakkar, yang kelak berseberangan secara ideologis. Ia selanjutnya menjadi seorang patriot yang loyal kepada republik dan berhasil membekuk Belanda dan komunis di Jawa dan Sulawesi.

Tahun 1955 ia ke Amerika Serikat mengikuti Infantery Officer Advanced Cource di Fort Benning, Georgia.

Andaikata dia tidak ditarik oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Perindustrian, mungkin karirnya mentok sebagai Pangdam XIV Hasanuddin. Tak ayal, Jusuf merintis pembangunan pertambangan nikel di Soroako, pabrik kertas Gowa, pabrik semen Tonasa hingga PLTU Tello, meski waktu itu ia adalah seorang Pangdam.

Gaya kepemimpinannya, di bidang sipil mencerminkan seorang leader dan manajer sekaligus. Ia tipe pejabat yang rendah hati, dan pekerja keras. Visi dan misi yang dicanangkannya dalam Departemen Perindusrian, menghidupkan dan membangun industri yang mendukung sektor pertanian.

Jusuf cenderung mengandalkan kewibawaan dan kejujurannya untuk menggerakkan roda birokrasi di Departemen Perindustrian. Karena itu tidak ada yang berani menyeleweng dari contoh yang diberikan Jusuf.

Lebih dari itu, Jusuf menolak segala pemberian dalam bentuk apapun, termasuk konglomerat. Sewaktu ia ingin berobat ke Australia, utusan Presiden Soeharto menemuinya dan hendak menanggung biaya pengobatannya, akan tetapi Jusuf menyampaikan terima kasih dan meminta sang utusan menyimpan saja bantuannya dan mengucapkan salam kepada Presiden.Ia pernah menolak pemberian mobil mewah dari perusahaan Toyota, betapapun mobil itu hanya segelintir yang memakainya di Jepang. “Aku minta tolong oto ini disimpan saja di garasi Anda,” katanya kepada pengirimnya. (*)

Silahkan kirim ke email: redaksi@herald.id.
Stay connect With Us :
  • Bagikan