herald.id, Jakarta — Ketua Umum DPP PDIP Megawati Sukarnoputri meminta kadernya untuk mundur jika tidak sejalan dengan DPP PDIP.
“Pernyataan Megawati itu tentu patut didukung bila memang perintah DPP PDIP sesuai dengan aturan internal partai. Sebab, partai harus dapat mendisiplinkan kadernya agar tetap patuh pada AD/ART dan peraturan organisasi PDIP,” kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, Sabtu (30/10/2021).
Jamil mengatalan, partai yang tidak dapat mendisiplinkan kadernya, tentu akan membahayakan partai itu sendiri.
Para kader akan bersikap dan bertindak sekehendaknya, sehingga garis partai tidak dianggap sama sekali.
“Jadi, selama perintah DPP sesuai dengan AD/ART dan peraturan organisasi PDIP, maka pernyataan Megawati itu cukup proporsional. Megawati meminta kadernya mundur daripada dipecat merupakan sikap bijak dan bisa jadi bermaksud tidak mempermalukan kadernya,” ucapnya.
Namun bila perintah partai tidak sejalan dengan AD/ART dan peraturan organisasi PDIP, maka pernyataan Megawati itu sangat zholim. Megawati terkesan semena-mena pada kadernya.
“Apalagi kalau pernyataan itu ditujukan kepada kader PDIP yang mendukung Ganjar Pranowo menjadi capres, tentu Megawati terkesan otoriter. Megawati terkesan tidak memberi ruang perbedaan pada kadernya, khususnya dalam urusan capres yang akan diusung PDIP pada pilpres 2024,” bebernya.
Padahal, nama PDIP memuat nama demokrasi. PDIP dan Megawati idealnya memberi contoh berdemokrasi yang baik pada internal maupun eksternal partainya.
Hal itu yang semestinya dicontohkan Megawati secara konsisten kepada anak bangsa.
“Kelihatan pernyataan itu memang terkait pertarungan celeng vs banteng. Kalau itu dasar Megawati meminta kadernya mundur, tentu Megawati sudah mengabaikan perbedaan pendapat di tubuh PDIP,” tegasnya.
Silahkan kirim ke email: [email protected].