Belum Dilantik Jadi Panglima TNI, Ini Alasan Mengapa Jenderal Andika Perkasa Berpeluang Jadi Capres

- Politik
  • Bagikan
Jenderal Andika Perkasa mendapat hadiah bet tenis meja dari anggota BPK, Hendra Susanto. (Foto: Dok TNI)

Dalam hal ini, tatkala citra TNI dalam penilaian masyarakat kurang memuaskan maka saat yang sama keinginan publik untuk mendukung tokoh berlatar belakang militer sebagai calon presiden redup.

Survei Litbang Kompas pada September 1998, misalnya, mengungkapkan 62 persen responden menilai citra TNI buruk.

Saat itu, sejak kemunduran Presiden Soeharto di bulan Mei 1998, tekanan anti kepemimpinan militer tengah menguat.

Tokoh militer yang tampil, Jenderal Wiranto, misalnya, tidak mampu meningkatkan citra yang telanjur terpuruk. Tergambarkan pula pada survei yang sama, jelang Pemilu 1999, sebanyak 59 persen responden menolak kepemimpinan berlatar militer.

Jelang Pemilu 2004, kondisi berubah. Pamor kepemimpinan militer meroket. Pasalnya, produk kepemimpinan sipil yang berjalan dirasakan kurang banyak memenuhi harapan. Citra TNI justru berbalik dinilai positif oleh hampir 60 persen responden.

Apalagi, saat yang sama sosok Susilo Bambang Yudhoyono mulai tenar. Berdasarkan survei di bulan April 2004, sebanyak 58,7 persen responden justru berbalik menginginkan sosok kepemimpinan berlatar belakang militer.

Bagaimana dengan kondisi saat ini? Hasil survei Litbang Kompas di bulan Oktober 2021 menunjukkan citra TNI sangat positif di mata publik. Sembilan dari 10 responden menyatakan baik citra yang terbentuk.

Hanya saja, citra TNI yang sedemikian tinggi itu belum banyak berelasi pada ketertarikan publik pada kehadiran para tokoh militer saat ini.

Kehadiran Gatot Nurmantyo dalam peta persaingan calon presiden, misalnya, sudah sejak Pemilu 2019 ternominasikan.

Popularitasnya sebagai calon presiden tergolong tinggi, dan masih bertahan hingga ia mengakhiri jabatan panglima TNI (2017).

Silahkan kirim ke email: [email protected].
Stay connect With Us :
  • Bagikan