Herald Indonesia, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman secara patut pada Kamis (21/4/2022) pekan lalu.

Boyamin dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono. Ia bakal dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Bumirejo.

“Tim telah mengirimkan surat panggilannya pada pekan lalu, Kamis,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri ketika dikonfirmasi, Senin (25/4/2022).

Ali menyatakan tim penyidik bakal segera menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Boyamin.

Meski tak memperinci kapan pemanggilan ulang dilakukan, namun Ali menekankan keterangan Boyamin dibutuhkan dalam proses penyidikan perkara dugaan pencucian uang tersebut.

“Karena penyidik membutuhkan keterangan dari saksi untuk mendalami informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan perkara tindak pidana pencucian uang dimaksud,” ucap Ali.

Sebelumnya, Boyamin Saiman menyatakan belum menerima surat pemanggilan dari KPK terkait pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan pencucian uang Budhi Sarwono.

“Surat panggilan atau email atau WA (WhatsApp) belum aku terima, padahal biasanya KPK gampang kontakku lewat email dan WA,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/4/2022).

Meski begitu, ia memastikan bakal memenuhi panggilan tim penyidik KPK sepanjang telah menerima surat panggilan dari lembaga antirasuah.

“Prinsipnya aku akan datang kapanpun jika dipanggil,” kata dia.

Diketahui, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR pada 2017 sampai 2018 dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Banjarnegara.

Pengembangan dilakukan dengan menetapkan kembali Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK menduga Budhi berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi, di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak. 

KPK sebelumnya juga telah mengumumkan Budhi dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi (KA), selaku tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek di Pemkab Banjarnegara.

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara.

Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu. Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.

Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Rejo.

Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.

KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.