Herald Indonesia, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Dia diperiksa sekitar delapan jam sebagai kasus dugaan pencucian uang yang menjerat Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.
“Cuma ada 11 pertanyaan. ini satu sampai empat itu data pribadi, keluarga dan segala macam, terus sepuluh sebelas itu penutup,” kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/5/2022).
Ia memperinci, pertanyaan yang diajukan penyidik sebagian besar terkait tugasnya selaku Direktur PT Bumi Rejo, perusahaan konstruksi milik keluarga Budhi Sarwono.
Boyamin menjelaskan tugas dia cuma untuk mengurusi utang perusahaan ke sejumlah bank.
“Ditugasi untuk mengurusi utang-utang, seperti kemarin saya katakan utang di bank berapa miliar di Bank Mandiri, berapa miliar di Bank BBD,” ujar Boyamin.
Boyamin menyebut perusahaan itu mustahil untuk mendapatkan tender dari pemerintah. Pasalnya, perusahaan tersebut banyak utang.
“Sepengetahuan saya kan memang kan tidak bisa ikut tender sudah kredit macet udah invalid, jawabannya saya gitu,” tutur Boyamin.
Dia juga mengaku diminta memberikan informasi tentang seluk-beluk petinggi PT Bumi Rejo. Lalu, penyidik juga sempat menanyakan bayaran Boyamin selama menjadi direktur di perusahaan itu.
“Terus (pertanyaan) terakhir nomor delapan gaji, nah itu Rp5 juta itu. Ya memang begitu, malah pendapatan saya kecil waktu jadi kuasa hukum 2010 sampai 2014,” ucap Boyamin.
Seperti diberitakan, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR pada 2017 sampai 2018 dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Banjarnegara.
Pengembangan dilakukan dengan menetapkan kembali Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
KPK menduga Budhi berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi, di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak.
KPK sebelumnya juga telah mengumumkan Budhi dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi (KA), selaku tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek di Pemkab Banjarnegara.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu. Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Rejo.
Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.
KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.