Herald Indonesia, Jakarta—Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI heran dengan anggaran senilai Rp4,4 triliun untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ratusan ribu ternak sapi di Indonesia. Makanya, mereka meminta pemerintah agar transparan mengenai anggaran itu.

Sebagaimana diungkap anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mereka sejauh ini belum menemukan dasar dari keputusan ataupun rencana kerja tersebut.

“Setelah kami telusuri, hasil epidemiologi belum ada, pemeriksaan dan pengujian baru di daerah tertentu saja, kok bisa membuat perencanaan seperti ini?” ujar Yeka dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu dikutip dari ANTARA.

Sesuai hasil rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian pada 13 Juni 2022 lalu, parlemen setuju terhadap usulan pemerintah terkait kebutuhan anggaran tahun ini untuk penanganan penyakit mulut dan kuku senilai Rp4,4 triliun.

Anggaran itu akan digunakan untuk vaksin, obat-obatan, disinfektan, penggantian ternak mati, dan operasional pendukung lainnya. Dalam upaya menangani penyakit itu, Kementerian Pertanian juga mengambil langkah kebijakan impor vaksin bivalen dari Prancis sebanyak 3 juta dosis yang akan disalurkan secara bertahap.

Yeka menegaskan, ironis bila kondisi darurat ini justru dibumbui dengan kepentingan-kepentingan yang tidak patut. Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah yang mengimpor vaksin dari Prancis.

“Ombudsman mendesak keterbukaan dalam proses ini. Mengapa kita harus mengimpor vaksin dari Prancis? Mengapa harus bivalen?” kata Yeka.

Ombudsman menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner, kepala daerah, dan menteri pertanian dalam mengendalikan serta menanggulangi penyakit hewan, sehingga meningkatkan angka penyebaran penyakit mulut dan kuku di Indonesia.

“Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak. Lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak,” pungkas Yeka. (*)