HERALD.ID, JAKARTA – Banyak korban tragedi Kanjuruhan terluka maupun meninggal akibat berdesakan di pintu keluar stadion Kanjuruhan.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Posko Terpadu PBNU Tragedi Kanjuruhan dr. Syifa Mustika, Sp.PD-KGEH dalam media briefing bertajuk “Perlindungan Anak dalam Kegiatan Kerumunan”, Jakarta, Rabu (12/10/2022).

“Ada satu pintu dibuka hanya setengah, ada pintu yang tertutup sehingga mungkin panik, kena gas air mata, ada yang takut sehingga saat menuju exit point, terjadi tumpukan, desak-desakan,” kata Syifa.

Ia mengatakan, berdasarkan keterangan korban selamat, ada perempuan yang mengalami cedera otak berat.

Dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan, tubuh perempuan tersebut tertumpuk orang-orang lainnya.

Syifa Mustika merupakan salah satu dokter yang bertugas di IGD salah satu rumah sakit yang menangani korban tragedi Kanjuruhan.

Pihaknya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa nahas ini.

Menurut dia, peristiwa tersebut seharusnya bisa dicegah bila ada mitigasi karena pertandingan yang digelar mendatangkan massa dalam jumlah besar.

“Stadion itu overcrowd, harusnya (kapasitas) 30.000 orang, ini 41.000 orang lebih, jadi bisa dibayangkan kondisinya. Pada saat terjadi kerusuhan, pengarahan atau penenangan massa itu tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata Pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) ini.

Sejauh ini, Polri telah menetapkan enam orang tersangka, yakni tiga orang dari pihak swasta dan tiga orang dari Polri.

Tiga tersangka dari unsur sipil adalah Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan petugas keamanan Steward Suko Sutrisno. Ketiganya disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undan Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Tiga tersangka lainnya dari unsur kepolisian adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim inisial AKP Hasdarman. Mereka disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.