HERALD.ID — Kuasa hukum Bambang Tri Mulyono, Ahmad Khozinudin, SH menganggap UGM offside. Pada sisi lain, klarifikasi UGM terhadap ijazah Jokowi dianggap lemah.

Sebelumnya, Rektor UGM Prof dr Ova Emilia, MMedEd, SpOG (K) menggelar konferensi pers. Dia menegaskan bahwa ijazah Jokowi asli.

Dalam konferensi pers tersebut, Ova Emilia didampingi Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta, MP, MSc, PhD; ahli hukum UGM Andi Sandi Antonius, SH, LLM; dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM Dr Arie Sujtio, SSos, MSi.

“Kesemuanya bukanlah saksi atau pelaku sejarah yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri peristiwa atau sejarah hidup menuntut ilmu di UGM bersama Jokowi,” jelas Ahmad Khozinudin dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, keterangan yang dihasilkan hanya sampai pada derajat “testimoni de auditu”. Bukan kesaksian yang memberikan keyakinan.

“Semestinya kawan sekampus Jokowi lebih memiliki bobot untuk memberikan keterangan yang menyaksikan Jokowi benar-benar mahasiswa dan alumni UGM,” lanjutnya.

Ditinjau dari aspek materi pernyataan, kata dia, hanyalah penyampaian informasi yang tanpa didampingi atau disertai bukti-bukti. Sehingga, menjadi sulit bagi publik untuk meyakini kebenarannya.

Pada sisi lain, Ahmad Khozinudin menganggap klarifikasi UGM melalui konferensi pers itu, offside. Sebab, dalam gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pihaknya tidak memasukkan UGM sebagai tergugat.

Gugatan dengan nomor perkara : 592/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst itu hanya mempermasalahkan ijazah Joko Widodo pada tingkat SD, SMP, dan SMA. Dugaan ijazah palsu UGM hanya berkembang di media sosial.

Empat pihak yang menjadi tergugat dalam kasus ini yakni Presiden Joko Widodo selaku TERGUGAT I, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) sebagai TERGUGAT II, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai TERGUGAT III, dan Mendikbud Ristek (Dahulu Mendikbud) sebagai TERGUGAT IV.

“Jadi, kami tidak pernah mempersoalkan ijazah yang dikeluarkan UGM. Kami juga tidak menarik UGM menjadi pihak dalam berperkara,” jelas dia.

“Memang benar, dokumen yang menjadi dasar gugatan adalah buku dengan judul Jokowi Under Cover yang di dalamnya memuat pula ijazah palsu Jokowi di UGM. Masyarakat juga banyak memperbincangkan masalah ini,” tambah ketua umum LBH Lex Sharia Pacta Sunt Servanda (LESPASS) itu.

Itu sebabnya, dia pernah menyarankan agar UGM masuk dalam perkara dengan mengajukan intervensi, agar bisa memberikan klarifikasi secara hukum.

“Klarifikasi yang disampaikan di pengadilan, agar memiliki nilai hukum. Bukan melalui forum jumpa pers,” katanya.

Ahmad Khozinudin juga mengingatkan semua pihak agar menghormati proses hukum yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Caranya dengan tidak mengeluarkan statement atau pernyataan yang membingungkan.

“Kalau ingin membantu kepastian ijazah palsu Jokowi, kami sarankan siapapun agar terlibat menjadi pihak berperkara dan menyampaikan keterangan dan bukti-buktinya di pengadilan,” ajaknya. (*)