HERALD.ID — PDIP satu-satunya parpol yang berhak mengusung pasangan calon pada Pilpres 2024. Namun, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) justru yang lebih awal mengumumkan jagoannya.

Partai Gelora menjagokan dua kadernya, Anis Matta dan Fahri Hamzah sebagai pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024. Anis saat ini ketua umum Partai Gelora, sementara Fahri wakil ketua umum.

Ketua Bappilu Partai Gelora, Rico Marbun mengatakan, pilihan capres-cawapres mereka ini tidak bisa dianggap remeh. Dia mengandalkan kader Gelora yang mencapai 700 ribu di seluruh Indonesia.

“Kalau Partai Gelora jelas. Punya 700 ribu lebih kader dibandingkan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil yang tidak punya partai. Maka kami tentu ingin mengajukan Pak Anis Matta dan Pak Fahri Hamzah sebagai capres dan cawapres,” ujar Rico dalam keterangannya, Minggu 15 Januari 2023.

Namun, kader saja tidak cukup. Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi parpol jika ingin mengusung pasangan calon. Syarat pertama, peserta Pemilu 2019.

Partai Gelora baru akan ikut pemilu tahun depan. Jika aturan tak berubah, itu artinya Gelora hanya bisa muncul sebagai partai pendukung terhadap calon yang diusung parpol lain.

Kemudian, dalam pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ada syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Calon presiden yang akan bertarung di Pilpres 2024 harus menguasai atau didukung 20 persen kursi di DPR RI. Dengan total anggota parlemen 575, maka butuh 115 kursi untuk mengusung pasangan calon.

Syarat 115 kursi itu bisa berasal dari satu parpol, bisa juga gabungan beberapa parpol. Syarat ini hanya bisa dipenuhi PDIP yang memiliki 128 kursi di DPR RI.

Delapan parpol pemilik kursi di DPR RI dipastikan harus berkoalisi untuk mengusung pasangan calon. Lantas, bagaimana dengan Partai Gelora?

Rico menyebut, pilihan Gelora itu akan dikomunikasikan kepada partai parlemen maupun partai non-parlemen.

“Dinamika capres dan cawapres saat ini masih bergerak dinamis dan cair. Tak hanya partai parlemen, partai baru juga turut serta mendorong kader internal untuk diusung dalam Pilpres 2024,” tuturnya.

Menurut Rico, partai politik harus berani mendorong kader internalnya untuk bisa maju di kontestasi Pilpres 2024. Sebab, dia mulai melihat fenomena adanya parpol yang tak mengusung kader internalnya maju di kontestasi politik.

“Jadi kalau kita melihat sebenarnya parpol ini sudah seharusnya regenerasi. Regenerasi kepemimpinan terutama di nasional. Sekarang ini saya melihat, saya menangkap ada upaya sistematis bahwa justru tokoh-tokoh pimpinan parpol yang kita anggap sebagai kader terbaik nomor satu dari partai politik itu dikondisikan seakan-akan selalu lemah dibandingkan orang-orang luar,” jelas Rico.

Rico menilai, apabila masalah ini terus berlanjut, maka demokrasi di Indonesia bisa terus menyusut. Sebaliknya, Rico tidak mengetahui apakah ada pihak mengondisikan hal tersebut di masyarakat.

“Kalau menurut saya ini ada benturan. Ada benturan antara figuritas pimpinan parpol dengan opini yang entah dibangun dari mana. Kalau ini dibiarkan terus menerus, itu yang terjadi adalah susutnya kualitas demokrasi,” imbuhnya. (*)