HERALD.ID, JAKARTA—Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta penanganan kasus lima oknum polisi calon penerimaan bintara Polri pada tahun 2022 di Jawa Tengah berlangsung transparan.

Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto menegaskan, kasus ini harus diurai untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam percaloan tersebut.

“Penanganan pidana kasus ini perlu transparansi dan diurai siapa saja yang terlibat dan berperan,” kata Benny di Jakarta, Kamis (23/3/2023) dikutip dari Inilah.com.

Uang suap yang sudah dikembalikan oleh pelaku tegas Benny tidak menghaopus perbuatan pidana. Perlu ada efek jera yang berdampak pada masyarakat apabila penyuap dan penerima suap diproses pidana. Ini kata dia sekaligus untuk mengedukasi publik.

Menurut Benny, sistem rekrutmen yang dibangun oleh Polri pada dasarnya sudah baik. Namun, semua hal itu tergantung yang melaksanakan. Makanya, kata dia, perlu integritas yang tinggi, transparansi, dan akuntabel.

Terkait kenapa baru saat ini pelaku dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, Benny menduga ada pihak yang tidak puas dengan penanganan kasus tersebut.

Makanya, Kompolnas mendorong transparansi dalam penanganan kasus calon bintara Polri tersebut secara serius. Selain sanksi berat hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), juga sanksi pidana.

“Kompolnas mengapresiasi Kapolri yang telah memberikan arahan agar diberikan sanksi PTDH dan pidana,” ujar Benny.

Ia juga mengingatkan bahwa sanksi berat tidak menutup kemungkinan akan membuat tersangka membuka suara tentang siapa saja yang terlibat dan ikut menerima uang tersebut.

Purnawirawan Polri berpangkat jenderal bintang dua ini juga berharap penanganan kasus ini bisa membuktikan siapa siswa yang diluluskan. “Bagi yang diluluskan, perlu digugurkan,” tegas Benny.

Penjelasan polisi sebelumnya menyebutkan bahwa kelima oknum yang terlibat meminta uang kepada siswa yang sudah dinyatakan lulus. Makanya, uang yang angkanya miliaran itu dikembalikan kepada mereka yang dianggap berhak. (*)