HERALD.ID, JAKARTA—Komisi III DPR RI akan menggelar rapat dengan menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Perbedaan data yang mencolok terkait nilai transaksi mencurigakan di Kemenkeu menjadi alasan rapat DPR ingin mempertemukan pihak-pihak ini.

Hal itu diungkap Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni di Kompleks Parlemen, Rabu (29/3/2023) malam. Menurutnya, rapat tersebut diharapkan bisa menyinkronkan hasil laporan terkait transaksi itu.

“Kami akan mengundang Menteri Keuangan, Menkopolhukam, dan Kepala PPATK untuk menyinkronkan hasil laporan yang dimiliki Pak Menko sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan Ibu Menkeu, karena ada perbedaan sangat jauh,” katanya dikutip dari Republika.co.id

Menurut dia, laporan terkait adanya transaksi mencurigakan yang disampaikannya dan Sri Mulyani sangat berbeda. Mahfud menyampaikan dirinya memiliki data ada nilai transaksi janggal mencapai Rp349 triliun, sedangkan Sri Mulyani menyebutkan hanya sekitar Rp189 triliun sepanjang 2017-2019.

“Kalau dari Rp349 triliun ada yang disampaikan PPATK tadi, ada Rp189 triliun yang dua kali terjadi laporan, di antara pelaporan pertama Rp180 triliun dengan Rp189 triliun. Jadi dua-duanya akan menjadi konfirmasi kebersamaan untuk menyelidiki lebih lanjut,” jelasnya.

Mahfud MD menyebut ada 491 entitas aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diduga terlibat dalam dugaan TPPU senilai Rp349 triliun.

“Yang terlibat di sini jumlah entitas dari Kemenkeu 491 orang,” kata Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu malam.

Menurut Mahfud, 491 entitas ASN Kemenkeu itu terdiri dari tiga kelompok laporan hasil analisis (LHA). Kategori pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu dengan jumlah Rp35 triliun dengan melibatkan 461 entitas ASN Kemenkeu.

Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain. Nilai transaksi dari kategori kedua di atas adalah Rp53 triliun dengan jumlah entitas ASN Kemenkeu yang terlibat sebanyak 30 orang.

Ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tidak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai di kementerian tersebut.

Untuk kategori yang terakhir, jumlah transaksinya mencapai Rp260 triliun dan tidak melibatkan entitas ASN Kemenkeu. Mahfud menegaskan bahwa jangan melibatkan Rafael Alun dengan kasus dugaan TPPU ini karena Rafael terlibat dalam kasus berbeda.

“Rafael sudah ditangkap, selesai. Di laporan ini ada jaringannya. Bukan Rafael, itu kan pidana, bukan TPPU” ujar Mahfud.

Mahfud MD sendiri menyatakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR berakhir dengan baik. Diketahui dalam rapat tersebut awalnya berlangsung tegang diwarnai perdebatan antara Mahfud dan anggota Komisi III DPR.

“Semula agak tegang. Pertanyaannya berputar-putar, saling protes karena cara bicara. Pada akhirnya tadi kami clear,” ujar Mahfud dalam konferensi pers usai RDPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu malam.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan dirinya dengan Komisi III DPR RI memiliki kesamaan pemikiran dan kepentingan, yakni untuk memajukan negara.

Ia menyampaikan kehadirannya dalam RDPU, yang dimulai dari pukul 15.00 WIB hingga 23.00 WIB, adalah untuk menjelaskan data yang dimilikinya untuk memperjelas kasus dugaan TPPU di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Tidak ada masalah karena yang ditanyakan (saat rapat) sama, saya hanya menjelaskan saja. Datanya hanya ini dan Kemenkeuhanya mengambil satu biji dari sebongkah anggur, itu yang dijelaskan,” ujarnya.

Selain itu, diamenjelaskan terkait pernyataannya bahwa ada akses informasi yang ditutup bawahan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.

“Itu tafsiran saya karena ternyata ketika surat yang tahun 2020 yang memperingatkan agar (surat) yang 2017 itu dilaksanakan. Dibilang tidak ada, ditunjukkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini suratnya ada,” katanya.

Sebelumnya, Mahfud menduga Menkeu Sri Mulyani tidak mendapatkan data valid mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kemenkeu akibat ditutupnya akses data oleh bawahan Menkeu.

“Dari keterangan Ibu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah,” ujarnya. (*)