HERALD.ID, JAKARTA—Pidato Presiden Jokowi tentang RUU APBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan di DPR RI yang menyinggung peningkatan anggaran ketahanan pangan sebesar 7,8 persen yang nilainya mencapai Rp108,8 triliun ditanggapi DPR RI.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menilai bahwa dukungan anggaran ketahanan pangan tersebut adalah ‘fatamorgana’. Alasannya, anggarannya terlihat besar. Namun, besaran anggaran tersebut dihitung meliputi semua komponen yang di dalamnya termasuk anggaran bangunan fisik infrastruktur di Kementerian PUPR dan belanja pegawai di Kementerian Pertanian yang mengurusi masalah pangan.
“Jangan seperti fatamorgana, anggarannya kelihatan besar namun tidak berdampak untuk peningkatan hasil produksi pangan, sarana prasarana produksi seperti benih, pupuk dan pakan masih mahal dan sulit didapatkan petani, alih fungsi lahan terus terjadi, serta anggaran tersebut tidak banyak berperan membantu petani agar lebih bersemangat melakukan usaha tani sektor pangan” kata Johan dalam keterangan resminya dikutip dari dpr.go.id, Rabu (23/08/2023).
Esensi anggaran ketahanan pangan kata dia harus diorientasikan agar seluruh rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu. Makanya, sektor pertanian sangatlah penting untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang kokoh.
Tapi sayangnya, anggaran pertanian terus turun dari tahun ke tahun. “Jika kita lihat anggaran Kementan tahun 2023 ini sebesar Rp15 3 triliun namun yang menyedihkan tahun 2024 nanti hanya akan dialokasikan sebesar Rp14,6 triliun. Ini semacam anomali anggaran dimana anggaran ketahanan pangan meningkat namun anggaran pertanian terus menurun,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah menegaskan hal senada. Ia menyebut anggaran ketahanan mestinya bisa ditingkatkan menilik dari ragam permasalahan yang terjadi di bidang pangan.
Masalah di bidang pangan mulai dari rendahnya produksi pertanian, kesejahteraan petani, nelayan serta peternak hingga minimnya infrastruktur terkait.
Luluk mengingatkan pemerintah agar memfokuskan pemberian anggaran itu kepada kementerian misalnya Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurutnya, jika dibagi ke banyak kementerian lembaga, maka tujuan tidak akan tepat sasaran. Ia khawatir anggaran habis untuk rapat-rapat dan sebagainya.
“Kalau misalnya ada anggaran ketahanan pangan tadi naik ada tambahan 7 atau 8 triliun, sebisa mungkin itu yang benar-benar dibutuhkan guna mendorong, meningkatkan produktivitas pertanian dan juga pertanian yang berkelanjutan,” ujarnya.
Ia mencontohnya pembangunan irigasi-irigasi di berbagai daerah khususnya yang ada di lumbung-lumbung pangan. “Daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawei Selatan, atau sebagian di Sumatra, nah ini kan tempat pangan yang utama,” kata Luluk kepada media beberapa waktu lalu.
Agar tepat sasaran, anggaran ketahanan pangan kata Luluk semestinya diprioritaskan untuk intensifikasi pertanian, memastikan ketersediaan pupuk dan benih, terutama untuk mengantisipasi perubahan iklim.
Menurut Luluk, selama ini hanya 30 persen petani yang menerima pupuk subsidi. Ia mendorong agar alokasi anggaran pupuk subsidi ditingkatkan. Luluk juga menyorot sulitnya petani kecil mendapat bantuan permodalan lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR). (ilo)