HERALD.ID— Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia bertemu dengan tokoh masyarakat adat tempatan (Keramat) di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, pada Senin (18/9/2023).
Dalam pertemuan tersebut, Bahlil mempertimbangkan usulan agar tempat relokasi warga empat kampung tua di Pulau Rempang yang terdampak investasi tahap awal tetap berada di pulau itu.
Usulan itu, kata Bahlil, berasal dari tokoh Keramat saat dia menemui di rumah Ketua Keramat Gerisman Ahmad di Kampung Pantai Melayu, Minggu (17/9/2023) malam.
“Kami sepakat bahwa pergeseran-pergeseran (relokasi) itu masih dalam wilayah Pulau Rempang. Saya sampaikan kepada Gerisman dan Suardi (juru bicara Keramat), kalau ini memang kita lakukan untuk kebaikan dan masih dalam perkampungan Rempang, selama tidak mengganggu master plan (rencana induk investasi) yang ada sekarang, maka akan kita bahas bersama-sama,” kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan, total areal Pulau Rempang sekitar 17.000 hektar. Sebanyak 10.000 hektar di antaranya berupa hutan lindung dan tidak bisa digarap. Lahan tersedia berkisar 7.000-8.000 hektar, tetapi tidak semuanya bisa dipakai.
Bahlil dan tokoh Keramat—organisasi yang selama ini menolak relokasi 16 kampung tua di Pulau Rempang—sepakat bahwa tidak semua kampung menjadi prioritas relokasi.
“Kami memprioritaskan dulu untuk perusahaan (lahan seluas) 2.300 hektar (di empat kampung tua). Jangan semua direlokasi dulu. Kami fokus dulu di kawasan 2.000-2.300 hektar. Itu kita relokasi ke wilayah yang masih di Pulau Rempang. Tempatnya sedang didiskusikan,” ujar Bahlil.
Dalam kesempatan itu, Bahlil kembali menyampaikan bentuk ganti rugi bagi warga terdampak relokasi. Bentuknya, antara lain, rumah tipe 45 seharga Rp 120 juta, lahan seluas 500 meter persegi dengan status sertifikat hak milik.
Jika aset yang dimiliki warga lebih dari nilai ganti rugi tersebut, Badan Pengusahaan (BP) Batam akan membayar kelebihannya.
Selain itu, kata Bahlil, warga juga diberi uang tunggu transisi sampai rumah jadi, yaitu Rp 1,2 juta per orang per bulan dan Rp 1,2 juta untuk sewa rumah per kepala keluarga.
“Keputusan lokasinya (rumah dan lahan ganti rugi) masih di (Pulau) Galang. Tadi malam, saya diberi masukan (oleh Keramat) agar lokasinya di (Pulau) Rempang. Sebab, kampung warga adalah Rempang, bukan Galang. Saya bilang, ‘Oke, saya cari akal dulu bagaimana’,” katanya.
Adapun terkait kuburan-kuburan leluhur dan orang tua-orang tua yang berada di kampung terdampak relokasi investasi tahap awal, kata Bahlil, tidak boleh dibongkar.
Ia juga menjanjikan akan membangun museum di Pulau Rempang untuk mengingatkan generasi selanjutnya terkait sejarah masyarakat Pulau Rempang yang terdampak relokasi.
Warga Protes
Pernyataan Bahlil yang menyiratkan relokasi empat kampung tua terdampak investasi tahap awal di Pulau Rempang tetap dilakukan membuat kecewa masyarakat terdampak. Mereka juga memprotes pertemuan warga dengan Menteri Investasi yang hanya bersifat satu arah.
Bahlil segera meninggalkan lokasi dengan alasan segera ke bandara ketika warga meminta waktu berbicara.
Fauziah, warga Kampung Sembulang Pasir Merah, salah satu kampung tua terdampak investasi tahap awal, mengatakan, ia datang jauh-jauh menjumpai Bahlil di Kampung Pantai Melayu dengan harapan bisa menyampaikan aspirasinya. Walakin, warga justru tidak diberi kesempatan berbicara dan berpendapat.
“Kami tak menolak pembangunan, cuma menolak relokasi saja. Kami perlu bersuara karena ini kampung kami. Kecewalah kami kalau begini. Kami mau menyampaikan unek-unek, tapi tidak didengar. Jadi, kami hadir di Pantai Melayu hari ini sia-sia saja,” kata Fauziah, warga Kampung Sembulang, seusai menyimak pemaparan Bahlil.
Marsita (41), warga Sembulang Pasir Merah lainnya, juga menolak kampungnya direlokasi meskipun masih di kawasan Sembulang.
“Kenapa harus di kampung kami? Kami sudah berabad-abad tinggal di situ. Meskipun masih di Pulau Rempang, tetap saja rumah kami dibongkar,” katanya.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mempertimbangkan usulan agar tempat relokasi warga empat kampung tua di Pulau Rempang yang terdampak investasi tahap awal tetap berada di pulau itu.
Namun, warga terdampak menolak relokasi tersebut, baik di Pulau Rempang maupun di Pulau Galang. (*)