HERALD.ID, JAKARTA—Reza Indragiri Amriel membenarkan pernyataan Komnas HAM yang menyebut anak-anak Rempang sebagai kelompok rentan. Masalah kejiwaan dan perilaku yang dialami anak-anak, dinilai Komnas HAM diakibatkan oleh kekerasan.

Pakar Psikologi Forensik bahkan menyebut bahwa bukan hanya kekerasan, penderitaan psikologis anak-anak Rempang juga sangat mungkin disebabkan pemaksaan relokasi.

“Komnas HAM betul. Tapi derita psikologis juga sangat mungkin disebabkan oleh pemindahan itu sendiri. Apalagi karena sejak awal anak-anak melihat bahwa ini adalah pemaksaan relokasi,” kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, Senin (25/9/2023) dikutip dari Inilah.com.

Sikap pemerintah yang tutup mata terhadap risiko nyata itu menurut Reza sangat menyedihkan. Pemerintah seperti diketahui hanya mengutus Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia untuk ‘meneduhkan suasana’.

Menurut Reza, Bahlil datang ke Rempang cuma fokus pada sisi investasi. Sementara menteri yang berurusan dengan anak-anak, antara lain MenPPPA, Mendikbud, dan Menko PMK, tidak diperintahkan menemui warga Melayu Rempang.

Inilah kata dia potret pemerintah memang tidak cukup ‘ngeh’ bahwa anak-anak Rempang berhadapan dengan risiko trauma, depresi, kegagalan akademis, kendala bersosialisasi, dan konsekuensi buruk jangka panjang lainnya akibat dipaksa angkat kaki dari kampung halaman mereka.

“Penderitaan berganda dapat dialami oleh anak-anak yang orang tua mereka berurusan dengan otoritas penegakan hukum,” jelas Reza.

Konsultan Yayasan Lentera Anak ini menuturkan, perbuatan para lelaki dewasa itu pada hakikatnya merupakan satu-satunya cara yang tersisa dari masyarakat asli untuk mempertahankan tanah negeri dan harga diri mereka.

“Juga luapan perasaan putus asa karena DPR dan DPRD tak bersuara menjaga masyarakat yang mereka wakili,” tambah Reza.

Ia menegaskan bahwa lelaki dewasa Rempang itu bukan penjarah, penikmat huru-hara, atau penjahat yang mencari keuntungan instrumental rendahan.

Dalam kemelut itu, ungkap Reza, anak-anak menyaksikan bagaimana penguasa memaksa ayah mereka untuk setengah telanjang, berjongkok, lalu diarak, dan bentuk-bentuk penanganan intimidatif bahkan nirmanusiawi lainnya.

Tontonan sedemikian rupa melukai batin dan tak mungkin anak-anak Rempang tenang-tenang saja melihat kehina-dinaan ditimpakan ke ayah mereka.

“Satu lagi, risau saya menyimak bahwa pusat judi pun dikabarkan akan dibangun di Rempang. Entah betul entah tidak, tapi mana kementerian dan lembaga negara yang berpikir sampai ke sana?” ujar Reza. (ilo)