HERALD.ID – Konflik yang terjadi di Timur Tengah rupanya berdampak pada raksasa teknologi Google-Facebook, terutama yang berada di Eropa.
Setelah meminta Google, Meta (Facebook, Instagram), dkk untuk menyapu bersih disinformasi terkait perang Hamas-Israel, kini Uni Eropa kembali merancang kebijakan baru.
Kebijakan itu mengharuskan penyedia platform untuk memberikan label yang jelas pada iklan politik di media sosial. Jika melanggar, Google cs bisa dikenakan denda sebesar 6% dari total omset iklan di Eropa.
Selain itu, iklan politik dilarang untuk menampilkan profil seseorang berdasarkan etnis, agama, dan orientasi seksual. Aturan ini diprediksi akan menurunkan jumlah iklan politik di wilayah Eropa jelang pemilu.
“Aturan baru ini akan membuat oknum tertentu makin sulit menyebar disinformasi untuk menjegal proses demokrasi,” kata Sandro Gozi, pemimpin proses penyusunan regulasi di Parlemen Eropa, dalam keterangan resminya, dikutip CNBC, Rabu (8/11/2023).
Negara-negara di Uni Eropa dan para pembuat kebijakan telah sepakat untuk membuat draf regulasi ini sejak diusulkan tahun lalu oleh Komisi Eropa. Semua iklan politik online akan tersedia dengan berbagai batasan.
Parlemen Eropa akan mengadakan pemilu pada Juni 2024 mendatang. Pada proses tersebut, dikhawatirkan banyak disinformasi dan interupsi asing yang akan menyelundup lewat iklan politik online. (*)