HERALD.ID – Belakangan ini viral di media sosial pernyataan Mantan Ketua KPK Periode 2015-2019, Agus Rahardjo. Dia mengaku diintervensi presiden pada kasus Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Itu pun mendapat bantahan dari mantan anggota DPR RI, Fahri Hamzah.

Dia bilang, kasus e-KTP ini bukan pada zamannya Jokowi, tapi Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Kasus e-KTP bukan kasus zaman pak Jokowi. Itu zaman sebelumnya. Tersangka persama ditetapkan 22/4/2014 (an Sugiharto) jauh sebelum pak jokowi dilantik. Sidang dimulai 2017,” kata Fahri Hamzah di akun X miliknya, dikutip Herald.id, Sabtu, 2 Desember 2023.

“Sebagai pimpinan DPR kami taunya beliau (Jokowi) marah karena kasus korupsinya. Tidak ada gejala SN dilindungi,” sambungnya lagi.

Postingan X milik @FahriHamzah ini pun menuai banyak komentar.

“Kalau pertemuan itu ada, pernyataan Mantan KPK itu agak sulit diterima oleh logika. Apakah mungkin Presiden marah karena ketersangkaan SN itu? Dan bagaimana mungkin kejadian yang demikian dahsyat itu terjadi tanpa perhitungan bahwa kisah ini akan beredar? Dari siapapun dia. Sungguh ini tindakan yang sangat gegabah dari seorang presiden. Apakah perlu beliau sendiri yang menyampaikan kalau ceritanya seperti Mantan Ketua itu sampaikan. Presiden tidak sepi dari tangan kanannya. Tidak sepi dari tangan kirinya. 

Kita bicara tentang presiden bukan sekadar seorang yg berkuasa. Tidak logis. Dan gilanya ini diorkestrasi dan diampifisasi sedemikian rupa hingga ramai diberbagai media. Logika saya terasa diperkosa,” ucap akun X @hasyima****

“Kalau mnrt gue sih, apa yg disampai kan sama pak agus itu bener, krn waktu itu msh mesrah2 nya sama pdip, dan ada kasus $500 rb,kayak nya agar yg terima nggak terseret nama nya, walau pun teraeret dan nama nya disebut2 dlm sidang dan ada pembenaran dr tersangka lain tp ttp aman😁,” tulis @dy04*****

“Yang pasti Jokowi sudah intervensi,, kewibawaan seorang presiden hilang Dimata hukum,, sejarah mencatat ,, hanya presiden Indonesia yg intervensi persoalan kasus korupsi, presiden negara lain nggak pernah kayak gini😛,” ucap @MayorM****

“sesama bajingan pasti saling bela dan melindungi ya bang,” kata akun X @Pinto*****

Sebelumnya diberitakan, KPK mulai diintervensi oleh pemerintah sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Hal itu diungkapkan Mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo. 

Agus mengatakan, kala itu dirinya sedang menjabat sebagai Ketua KPK periode 2015-2019. Pada tahun 2017, dia dipanggil Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Istana. 

“Saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian,” kata Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat 1 Desember 2023

Selain seorang diri dipanggil oleh kepala negara, Agus juga diperintah untuk masuk melalui jalur khusus, sehingga tidak diketahui awak media saat kehadirannya di Istana. “Dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” lanjut Agus. 

Dia mengatakan, saat itu lembaga yang dipimpinnya sedang membidik eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam mega korupsi pengadaan e-KTP. Presiden Jokowi saat itu memanggil Agus Rahardjo untuk meminta agar pengusutan kasus Setya Novanto dihentikan. 

“Saya masuk (ruangan) beliau (presiden) sudah teriak hentikan. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” papar Agus. 

Namun, Agus saat itu sudah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) penetapan tersangka kepada Setya Novanto. Sementara saat itu UU KPK itu belum memberlakukan adanya SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan), sehingga perintah presiden tersebut tidak bisa dikabulkan oleh Agus. 

“Saya bicara (ke Presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” terangnya lagi.

Agus mengaku, cerita ini merupakan perdana ia ceritakan ke media massa, meski dirinya menyebut rekan sejawatnya sudah pernah diceritakannya. Agus mengatakan, setelah peristiwa itu, isu revisi UU KPK mulai bergulir yang kemudian isinya mengubah kewenangan KPK mulai dari harus bertanggungjawab kepada presiden juga menambahkan adanya SP3 dalam upaya penyidikan kasus. 

“Akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” ujar Agus. 

Sejak revisi UU KPK disahkan dan diberlakukan, pada Jumat, 13 September 2019 silam, tiga pimpinan KPK saat itu yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi. Sebelumnya, KPK berdiri independen dan hanya bertanggungjawab kepada masyarakat. 

Agus menceritakan intervensi KPK ini saat membahas Firli Bahuri yang dijadikan tersangka pemerasan. Menurut Agus, Firli sudah cacat saat menjadi Deputi Penindakan KPK di era kepemimpinannya. Bahkan Agus sampai pernah membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo agar tidak meloloskan Firli Bahuri jadi Ketua KPK. Namun hal itu tidak digubris. (war/asw)