HERALD.ID, JAKARTA—Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan, dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak akan ada lagi ‘pasal karet’ yang digunakan untuk menjerat kelompok atau golongan yang berbeda pendapat dengan penguasa.

Setelah direvisi, menurut politisi Gerindra itu, UU ITE yang mengatur tentang informasi yang menimbulkan kebencian dijelaskan secara jelas dan spesifik.

“Ada aturan yang lebih spesifik dan jelas, sehingga tidak ada lagi ketentuan karet dalam pasal tersebut, jadi ukurannya jelas. Sehingga pasal ini semoga tidak lagi bisa digunakan untuk menjerat orang yang berbeda pendapat dengan penguasa,” jelas Habib dikutip dari dpr.go.id, Rabu (13/12/2023).

Ia menjelaskan, bahwa UU ITE yang telah disahkan DPR RI bersama dengan Pemerintah merupakan wujud kehadiran negara melindungi warganya dalam transaksi elektronik.

“Negara bisa hadir lebih cepat membantu masyarakat yang menjadi korban tindak pidana transaksi elektronik,” ungkap Habib.

Sebelumnya kata dia, banyak regulasi yang mempersulit penindakan tersebut. Habib pun berharap agar pemerintah bisa merespon cepat untuk membuat aturan turunannya, berupa Peraturan Pemerintah (PP).

“Saya pikir ke depan kita tinggal menunggu peraturan pemerintahnya diterbitkan, agar apa yang diatur di dalam undang-undang ini bisa dieksekusi,” harapnya.

Ada dua pasal yang menurutnya tidak terkait langsung dengan transaksi elektronik, di antaranya soal pencemaran nama baik dalam Pasal 27, dan penyampaian informasi yang menimbulkan kebencian berbasiskan suku, agama, ras, etnis, dan sebagainya. “Itu dua revisi yang menurut kami sangat positif,” ujar Habib.

Pasal 27 sudah dua kali direvisi pada 2016, hukuman di atas lima tahun menjadi empat tahun, bahkan sekarang menjadi dua tahun. “Jadi orang yang dibidik dengan pasal ini tidak bisa dikenakan penahanan sebelum vonis. Yang kedua Pasal 28, suku, agama, ras, dan antar golongan diperbaiki. Golongannya dibuat lebih spesifik dan jelas,” jelas Habib. (ssb/aha)

Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono menyatakan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan penyempurnaan atas pengaturan ruang digital yang telah disahkan di Rapat Paripurna DPR RI baru-baru ini, memiliki arti penting untuk mewujudkan kepastian hukum serta untuk memperkuat jaminan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dalam masyarakat.

“Dengan adanya perubahan kedua UU ITE ini berdasarkan pada upaya untuk memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dalam masyarakat,” ujar Dave.

Menurutnya, perubahan kedua UU ITE ini berdasarkan pada upaya untuk memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dalam masyarakat.

Revisi UU ITE kata Dave menjadi kebijakan besar untuk menghadirkan ruang digital yang bersih, sehat, beretika, produktif, berkeadilan, bermoral serta mengedepankan perlindungan kepentingan umum bagi masyarakat dan negara.

“Dalam ungkapan lain, Perubahan Kedua Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE lebih dikenalnya UU ITE ini memiliki arti penting sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik nasional maupun global,” tandas Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut. (ilo)