HERALD.ID — Maudy Ayunda, sosok ‘It Girl‘ yang menginspirasi, tak hanya mendapatkan perhatian karena kecantikannya, tetapi juga karena prestasi dan kontribusinya di berbagai bidang.
Lahir di Jakarta pada 19 Desember 1994, Maudy Ayunda telah menjelma menjadi ikon multi-talenta yang sukses di dunia musik, akting, dan kepenulisan.
Meski hidupnya kini terlihat begitu sukses, perjalanan karier Maudy tidaklah instan. Kehidupan dan prestasinya yang memukau bermula dari kecintaannya pada berbagai aktivitas, seperti membaca buku sejak usia 3 tahun.
Keterampilan menulisnya terbukti ketika, pada usia 10 tahun, ia menerbitkan buku pertamanya, “A Forest of Fables,” dan hasil penjualannya disumbangkan untuk korban tsunami di Aceh.
Sejak masa kecil, Maudy menunjukkan ketertarikannya pada berbagai kegiatan, termasuk belajar, bernyanyi, bermain piano, dan gitar. Hobinya yang tak asing dengan dunia belajar membuatnya selalu menduduki peringkat teratas di kelas dan meraih berbagai penghargaan di sekolah.
Debut Maudy Ayunda di dunia hiburan dimulai pada 2005 dengan membintangi film “Untuk Rena.”
Keberhasilannya di dunia akting terus berkembang, dan setelah fokus pada pendidikannya, Maudy kembali dengan film “Sang Mimpi” pada 2009.
Ia terus menunjukkan kebolehannya dalam berakting melalui film-film populer seperti “Perahu Kertas,” “Trinity, the Nekad Traveler,” hingga “Habibie & Ainun 3.”
Tak hanya berakting, Maudy merambah dunia musik dengan merilis album pertamanya pada 2011.
Karirnya di dunia seni semakin bersinar, dan Maudy Ayunda berhasil menjaga keseimbangan antara akting dan bermusik.
Perjalanan pendidikan Maudy Ayunda juga mencerminkan dedikasinya pada pengetahuan.
Dari Al-Izhar hingga Mentari Intercultural School, Maudy tetap berprestasi dan akhirnya memilih melanjutkan studinya di luar negeri.
Setelah diterima di beberapa universitas bergengsi, ia memilih Oxford University di Inggris dengan jurusan Filosofi, Politik, Ekonomi (PPE).
Prestasinya pun berlanjut, dan dalam waktu tiga tahun, Maudy berhasil meraih gelar sarjana.
Setelah Oxford, Maudy Ayunda tak berhenti di situ. Ia kembali ke dunia pendidikan di Stanford University, Amerika Serikat, untuk meraih gelar master.
Meskipun tantangan sebagai mahasiswi internasional di negeri asing tak mudah, Maudy berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu dua tahun.
Maudy Ayunda Foundation menjadi salah satu bentuk kepedulian Maudy terhadap pendidikan.
Yayasan ini didirikannya untuk memberikan beasiswa dan mentoring kepada anak-anak miskin di Indonesia.
Selain itu, Maudy juga menjadi co-founder gerakan Leaders Camp, yang fokus pada berbagai kegiatan positif untuk siswa-siswi.
Selain prestasinya di dunia hiburan dan pendidikan, Maudy menunjukkan kepeduliannya terhadap isu sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.
Ia pernah mendampingi Perdana Menteri Inggris saat kunjungan ke Jakarta, menjadi pembicara termuda di Forum Ekonomi Global 2015, dan ditunjuk sebagai juru bicara melawan perbudakan modern.
Kehidupan Maudy Ayunda yang terlihat ‘sempurna’ pun menjadi sorotan. Meskipun banyak yang mengagumi kesuksesannya, beberapa orang menilai bahwa privilĂ©gĂ© yang dimilikinya turut berperan dalam pencapaian tersebut.
Namun, Maudy mengajarkan bahwa hak istimewa bisa menjadi tantangan atau peluang, tergantung pada cara kita mengelolanya.
Kisah hidupnya yang penuh perjuangan dan kerja keras menginspirasi untuk menjalani kehidupan dengan makna dan positivitas. (H1)