HERALD.ID, JAKARTA—Pegiat media sosial Rudi Valinka menyerang balik guru besar, dosen, dan sivitas akademika kampus-kampus besar yang mengeritik pemerintahan Joko Widodo.

Rudi Valinka yang selama ini dikenal sebagai salah satu buzzer pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyebut mereka bergerak karena disuruh. Alasannya, jagoan mereka saat ini sudah keok.

Hal itu ia sampaikan dalam tweet di akun X-nya, @kurawa. Menurutnya, tidak ada alasan yang tepat bagi akademisi untuk bergerak di tengah kondisi demokrasi dan ekonomi bangsa yang ia klaim bagus.

Ia juga menyebut bahwa tingkat kepercayaan publik pada pemerintahan Jokowi sangat tinggi.

“Akademisi baru bergerak jika : 1. Rakyat tidak percaya, faktanya 80% puas. 2. Ekonomi sulit faktanya pertumbuhan ekonomi kita salah satu terbaik. 3. Kekejaman rezim faktanya pada bebas demo, ngehoax dan ngebacot. Saat ini mereka disuruh bergerak karena jagoannya Keok aja sih,” tulisnya Sabtu (3/2/2024).

Dalam tweet lain, ia menuduh kampus sudah diduduki partai politik dan pasangan capres-cawapres. Makanya, ia meminta mahasiswa bergerak untuk melawan dosen mereka.

“Ketika dosen  di Kampus sudah diduduki oleh Parpol dan paslon capres saatnya mahasiswa yang harus bergerak melawan arahan dan giringan dosen pembina untuk tidak mau dijadikan pion kepentingan politik semata mengatasnamakan demi Negara,” ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia menyampaikan petisi hingga deklarasi terkait kondisi bangsa dan demokrasi di Indonesia yang mereka nilai memburuk.

Setelah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Universitas Indonesia (UI), Universitas Hasanuddin (Unhas), dan Universitas Andalas (Unand), hari ini, Sabtu (3/2/2024) giliran sivitas akademika Universitas Padjajaran (Unpad) yang membuat petisi Seruan Padjajaran.

Sama seperti kampus lainnya, lewat petisi itu, mereka mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik yang bermunculan dari berbagai kampus di Indonesia itu juga sudah ditanggapi Istana dan petinggi parpol koalisi, serta relawan pendukung Prabowo-Gibran. Mereka menyebut ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Selain itu, para guru besar dan dosen mereka sebut sebagai partisan.

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo yang membacakan pernyataan bersama sejumlah jajaran sivitas Akademika UI pun memberikan bantahan.

“Kami itu guru besar Mas. Kami tidak punya kepentingan untuk mendapatkan posisi tertentu mendukung paslon tertentu. Kita itu adalah orang-orang yang sudah senior yang sudah tua . Kita tidak ada kepentingan semacam itu. Kita hanya mau negara Indonesia ini, bangsanya menjalani proses demokrasi yang jujur dan adil, jadi itu saja,” tegasnya dalam sebuah dialog di salah satu tv swasta dan video-nya menyebar luas di X.

Ia menegaskan sangat tersinggung dan tidak terima tudingan tanpa bukti tersebut. “Jadi saya sangat terisnggung sekali kalau ada dari Istana yang mengatakan kami adalah suara partisan. Tunjukkan, buktikan kalau kami adalah partisan. Coba buktikan. Apakah Anda bisa menyebutkannnya. Jadi jangan ngomong sembaranglah. Kalau orang Istana mau sembarangan, kami akademisi juga bisa marah,” ujarnya.

Menurutnya, apa yang mereka suarakan murni karena keprihatinan melihat kondisi bangsa. “Tidak pernah kami itu berpihak ke mana pun. Apalagi kami ini ASN, kita sudah diminta untuk netral. Walaupun menteri dan pejabat-pejabatnya itu nggak netral, tapi kami tetap netral. Jadi sungguh tidak adil mengatakan kami yang partisan, yang partisan itu siapa coba?” katanya.

“Kami guru besar, kami itu punya tugas tertentu di negara ini. Kami itu menegakkan etika di negara ini. Kami mendidik anak-anak muda, kami mendidik generasi muda, generasi Z. Kok dituduh partisan. Buktinya mana? Coba tolong tunjukkan pada saya, Harkristuti Harkrisnowo pernah ngapain dalam partai,” lanjutnya.

Harkristuti Harkrisnowo mengatakan selama ini mereka banyak membantu pemerintah. Tapi ketika ada yang tidak benar, mereka pasti bersuara.

“Saya membantu pemerintah. Banyak dosen-dosen dan guru besar yang membantu pemerintah, tapi kan bukan berarti kami iya-iya saja atas semua yang terjadi. Buat saya ini sesuatu yang sangat menghina ketika kami akademisi disebut sebagai partisan,” tegasnya.

Ia menjelaskan, mereka bersuara karena merasa pemerintah saat ini sudah kelewatan. “Tidak ada motif apa-apa. Kenapa kami baru muncul, karena kami sangat prihatin. Sudah begitu banyak teguran sudah begitu banyak protes dan ternyata masih berlangsung,” jelasnya.

“Tapi bukan berarti kami bicara itu asal bicara, kami kan melihat, kami punya mata, kami punya telinga, melihat apa yang terjadi di Indonesia,” tandasnya. (ilo)