HERALD.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Putusan tersebut dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
MK awalnya menyatakan berwenang mengadili permohonan Anies-Cak Imin. MK selanjutnya membacakan pertimbangan terhadap berbagai dalil. “Pemohonan pemohon tidak beralasan hukum,” ucapnya.
MK juga menegaskan putusan yang dijatuhkan mahkamah a quo adalah putusan yang dipandang telah tepat berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum dalam persidangan dan telah memenuhi prinsip-prinsip hukum dan keadilan sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
Adapun, pada putusan ini, terdapat tiga hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion. Yakni, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan KPU bersama DPR telah melaksanakan rapat dengar pendapat bersama Kemendagri dan Bawaslu membahas perubahan PKPU. Dalam rapat tersebut, seluruh fraksi partai politik yang mengusung paslon capres-cawapres menyetujui perubahan PKPU.
MK juga tidak menemukan adanya intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam verifikasi pendaftaran capres-cawapres.
Kemudian, MK tidak mendapatkan bukti pihak yang keberatan dari peserta Pilpres 2024 yang mempersoalkan pernyataan adanya cawe-cawe dari Presiden Jokowi. MK menyatakan pemohon tidak menguraikan lebih lanjut mengenai penggunaan data intelijen untuk menekan partai politik.
MK juga tidak menemukan adanya kejanggalan dalam anggaran bansos. Sebab anggaran bansos diatur secara jelas mulai perencanaan, penanggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.
Selain itu, MK menegaskan putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang menyatakan ada pelanggaran etik dalam pengambilan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa menjadi bukti yang cukup bahwa Presiden Jokowi melakukan tindakan nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). (*)