HERALD.ID, JAKARTA—Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyegerakan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPPU) yang tengah diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
SYL menyampaikan permohonan tersebut kepada Majelis Hakim dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementan yang menjeratnya pada Senin (3/6/2024).
“Izin Yang Mulia, dengan umur saya yang 70 tahun, saya bermohon kalau mungkin ada proses TPPU, bisa dilanjutkan atau jangan ditunda,” kata SYL di hadapan majelis hakim dikutip dari Republika.co.id.
Eks gubernur Sulsel dua periode itu mengatakan kondisi fisiknya kian mengalami penurunan pascamengikuti proses hukum. Salah satu indikatornya menurut SYL ialah tubuhnya makin kurus.
“Saya makin kurus ini. Oleh karena itu, segeranya boleh, namanya bermohon,” ujar SYL.
Syahrul ingin Majelis Hakim mempercepat proses hukum yang berjalan agar tak ada penundaan. “Pengadilan TPPU itu bisa dilanjutkan saja atau seperti apa Pak, ini cuma bermohon saja. Terima kasih,” ucap SYL.
Menanggapi permohonan SYL, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menerangkan kasus yang tengah diusut oleh KPK seluruhnya ada di tangan lembaga antirasuah itu.
Pengadilan kata dia bersifat pasif dan hanya menunggu pelimpahan dari penuntut umum untuk bisa diperiksa dan diadili dalam proses persidangan.
“Ini kan kami tidak bisa memerintah, pengadilan itu pasif, bukan aktif memerintah penuntut umum untuk menyerahkan semua perkara ke pengadilan ndak,” kata Rianto.
“Itu adalah hak penyidikan dan penuntutan, kalau masalah perkara TPPU kan saya hanya baca di berita-berita saja, lagi diproses sekarang. seperti itu,” lanjut Rianto kepada SYL.
Tim Hukum SYL menerangkan kliennya ingin perkara TPPU dipercepat salah satunya karena ada batasan waktu penahanan. Hal itu dissampaikan Wakil Ketua Tim Hukum SYL, Abu bakar Refra.
“Memang (ingin TPPU dipercepat) karena kita terikat dengan waktu penahanan dan sebagainya. Untuk kasus pidana (waktu penahanan) berapa lama itu ada. Beliau itu minta untuk dipercepat,” ujar Refra.
Sementara itu, pada persidangan kemarin, SYL membantah tudingan yang menyebutkan dirinya bisa seenaknya mengutak-atik formasi eselon 1 di Kementan. SYL menegaskan penggantian posisi eselon 1 bukan hal mudah.
Hal itu dikatakan oleh SYL saat menanggapi kesaksian Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian, Kementan, Dedi Nursyamsi.
“Selalu saja diframing seakan-akan Syahrul bisa mengganti seenak-enaknya saja sebagai Menteri Eselon I. Padahal eselon I tak mudah diganti,” kata SYL dalam persidangan tersebut.
SYL menerangkan rotasi eselon 1 di Kementan mengikuti prosedur yang berlaku. Salah satunya menggunakan Tim Penilaian Akhir (TPA).
Untuk diketahui, sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Mentan RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto.
Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang “patungan” dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (ilo)