HERALD.ID — Anggota Komisi II DPR Riyanta ungkap adanya dugaan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombdusman atas pengaduan masyarakat tidak gratis. 

Riyanta menuturkan, kendati Pemerintah telah membentuk unit-unit mal pelayanan publik dan program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), namun masyarakat pengguna jasa layanan tersebut sebenarnya masih merasa sangat sulit. Layanan tersebut, kata Riyanta, terutama berkaitan dengan proses perijinan pertambangan yang dirasa tidak seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Saya yakin di Ombudsman menerima banyak laporan-laporan pengaduan yang masuk. Karena memang sistemnya, kalau Pak Jokowi kan mudah, dengan digitalisasi selesai. Tapi dalam  prakteknya tidak seperti itu,” kata Riyanta dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas, Ombudsman, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Arsip Nasional, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 10 September 2024.

Perijinan yang masih dirasa sulit tersebut, kata Riyanta, seperti dalam  perijinan pertambangan, perijinan air tanah, Hak Guna Bangunan, pengalihan sungai, dan lainnya. Menurutnya, ini besar kemungkinan terjadi karena harus melayani seluruh Indonesia. Ini pula yang menurutnya, perlu jadi renungan bersama DPR dan Pemerintah agar peran Pemerintah Provinsi sebagai wakil Pemerintah pusat bisa lebih dioptimalkan. 

“Kita arus jujur, sekarang berkaitan dengan perijinan pertambangan karena ijinnya tidak keluar-keluar, akhirnya laporan ke Ombudsman. Tapi mohon maaf, saya belum bisa membutikan, tapi itu tidak gratis,” ungkapnya. 

Jadi untuk sebuah rekomendasi dari Ombudsman, sebut politisi Fraksi PDI Perjuangan itu,  tidak gratis. Khususnya berkaitan dengan pertambangan. Dia meyakini, para koleganya di DPR, dan kawan pelaku politik lainnya memahami soal sulitnya ijin pertambangan ini, termasuk persoalan rekomendasi Ombudsman yang tidak gratis.

“Ini sebagai informasi bagaimana kita evaluasi bersama. Karena kalau kita-kita sebagai anggota DPR melihat ini kita diam, rasanya kok dosa. Dan bagi saya, lebih baik saya tidak menjadi anggota DPR,” bilangnya.

Walau demikian, dia memberikan apresiasi atas layanan Ombudsman khususnya di perwakilan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sebab menurutnya, dua wilayah perwakilan Ombudsman ini kinerjanya sudah cukup baik dan ramah dalam menindaklanjuti laporan yang masuk.

Hanya saja, dia menyesalkan, di Ombudsman Perwakilan Yogyakarta, dia menemukan bahwa terkait laporan warga masyarakat dalam hal pertanahan, khususnya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), tindak lanjutnya terkesan lambat. Dia lalu mengungkap adanya laporan masyarakat terkait pertanahan pada tahun 2016 , dimana sampai hari ini rekomendasi atau kesimpulan Obudsman tidak pernah keluar.

“Beberapa waktu lalu saya sempat komnikasi dengan Kepala Perwakilan, infomasinya mau diselesaikan di akhir bulan Agustus, awal September saya datang ke Ombudsman perwakilannya (Yogyakarta), kenyataanya belum selesai,” katanya.

Riyanta mengaku sangat menginginkan Ombudsman dapat menjalankan perannya sesuai dengan semangat pembentukannya. Dia tidak ingin, persoalan di Ombudsman Yogyakarta ini merembes ke wilayah lainnya sehingga masih ada aduan yang sudah menahun namun tak kunjung keluar rekomendasinya.

“Alasannya banyak, aturan-aturan yang harus dikaji. Saya kira untuk mengkaji sebuah aturan cukup 1-2 jam selesai karena aturannya juga tidak terlalu banyak,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menyampaikan terima kasih atas masukan dari Riyanta. Dia pun memastikan akan segera menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan Riyanta, baik tekait perijinan tambang maupun persoalan di Yogyakarta.

“Syukur kalau hari in Pak Riyanta kita bisa komunikasi sehingga lebih jelas maksudnya supaya bisa kita segera selesaikan,” jelasnya. (HAM)