HERALD.ID, JAKARTA — Permintaan maaf Presiden Joko Widodo selama kunjungannya ke Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sorotan publik.
Jokowi yang secara terbuka meminta maaf atas berbagai kebijakan yang mungkin tidak berkenan di hati masyarakat kembali memunculkan pertanyaan, Apakah publik sebaiknya memaafkannya?
Pengamat Politik, Rocky Gerung mengatakan Jokowi telah beberapa kali menyampaikan permintaan maaf selama masa jabatannya, namun respons dari publik, terutama netizen, justru sangat mengejutkan.
Banyak dari mereka menolak untuk memaafkan presiden yang dinilai telah melakukan sejumlah kesalahan politik selama 10 tahun memimpin Indonesia.
“Sekarang publik, terutama netizen, mulai mempertanyakan ketulusan di balik permintaan maaf tersebut,” ujar Rocky.
Ia menambahkan bahwa netizen, berbeda dengan elite politik yang bisa berdamai dengan mudah, cenderung lebih kritis terhadap langkah-langkah politik Jokowi, terutama terkait dinasti politik yang melibatkan anak-anaknya, seperti Gibran dan Kaesang.
Menurut Rocky, kehadiran Gibran dalam kancah politik, khususnya pencalonannya sebagai wakil presiden, memunculkan kontroversi.
“Ini yang membuat publik, terutama generasi muda, merasa tidak diberi kesempatan berkompetisi secara adil,” kata Rocky.
Banyak yang menilai langkah Jokowi lebih berfokus pada membangun dinasti politik daripada menciptakan iklim politik yang kompetitif.
Permintaan maaf Jokowi juga dinilai oleh Rocky sebagai bentuk manipulasi politik untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih besar, seperti keterlibatan keluarganya dalam politik.
Meskipun Jokowi meminta maaf di depan publik, Rocky menyoroti adanya kesenjangan antara apa yang disampaikan secara lisan dan tindakan politik yang dilakukan.
Sebagian besar netizen, lanjut Rocky, merasa bahwa kerusakan yang dilakukan selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, terutama terkait dinasti politik, terlalu besar untuk diabaikan.
“Netizen merasa hak-hak mereka diabaikan, dan itu membuat mereka sulit untuk memaafkan,” tambahnya.
Di sisi lain, Rocky juga menyebutkan bahwa elite politik mungkin akan lebih mudah menerima permintaan maaf tersebut, terutama jika ada mediasi atau rekonsiliasi di antara para pemimpin politik. Namun, untuk netizen, rekonsiliasi semacam itu tampaknya tidak berlaku.
Bagi mereka, perilaku politik Jokowi yang dianggap curang dan tidak berpikir jangka panjang tetap menjadi sorotan utama.
“Jokowi perlu menunjukkan keseriusan dalam mengakui kesalahannya dan memperbaiki tindakan yang dilakukan, terutama terkait keterlibatan anak-anaknya dalam politik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan lagi permintaan maaf kepada masyarakat. Kali ini, Jokowi pamitan kepada warga di Nusa Tenggara Timur.
“Bapak, ibu, seluruh warga yang saya hormati, saya adalah manusia biasa yang penuh dengan kesalahan, yang penuh dengan kekurangan, yang penuh dengan kekhilafan,” kata Jokowi menggunakan megafon di Pasar Kefamenanu, Timor Tengah Utara, NTT, pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Jokowi, pada kesempatan ini, memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan selama menjabat sebagai Presiden.
“Atas segala kebijakan yang mungkin kurang berkenan di hati bapak ibu sekalian,” katanya.
Ini bukan pertama kalinya Presiden Jokowi meminta maaf kepada masyarakat. Menjelang purnatugas pada 20 Oktober ini, Jokowi juga telah menyampaikan permintaan maaf dalam sambutan pada acara zikir kebangsaan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis malam, 1 Agustus 2024, serta dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2024.
Jokowi juga menyampaikan pesan serupa dalam sejumlah kunjungan kerja. Seperti di Pasar Soponyono Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat 9 September 2024, dan Pasar Mawar Pontianak, Kalimantan Barat, pada Selasa 24 September 2024.
Dalam kesempatan berbeda di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Jokowi juga pamit kepada pejabat TNI Polri pada Kamis, 12 September 2024.
Satu hari kemudian, Presiden menyampaikan permintaan maaf dan apresiasi kepada menteri dalam Sidang Kabinet di Istana Garuda IKN. (*)