Oleh: Baharuddin | Author | Researcher

HERALD.ID – Fruktosa adalah jenis gula sederhana (monosakarida) yang dapat ditemukan secara alami di berbagai jenis buah-buahan dan madu [1]. Jika dibandingkan dengan glukosa tingkat kemanisan pada fruktosa adalah 1,8–2 kali lebih tinggi. Hampir semua buah-buahan yang manis akan mengandung bahan ini. Artinya, ini adalah bahan alami dan dapat dikonsumsi oleh manusia. Selama berabad-abad, konsumsi fruktosa oleh manusia masih dalam batas yang dapat ditolerir dan tanpa masalah. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap konsumsi fruktosa murni, terutama pada minuman dan makanan dengan berpemanis tambahan.

Fruktosa memiliki jalur metabolisme yang kompleks dengan produk akhir berupa lemak. Sederhananya, ketika dikonsumsi dalam jumlah yang besar proses denovo lipogenesis di dalam tubuh seseorang akan meningkat. Adapun organ hati akan bekerja keras untuk mengkonversi dan menyimpan lemak ini. Akibatnya terjadi perlemakan hati progresif yang merupakan kondisi kronis. Secara kumulatif akan terjadi kerusakan dan gangguan fungsi hati. Adapun salah satu dari sekian banyak varian dari fruktosa yang telah banyak digunakan adalah bentuk HFCS.

Apakah HFCS itu?

High Fructose Corn Syrup (HFCS) adalah sirup jagung yang diperkaya dengan fruktosa. Bahan HFCS diperoleh dengan teknologi enzimatis yang mengkonversi karbohidrat kompleks menjadi bentuk sederhana. Sejak tahun 1970-an, HFCS mulai banyak digunakan sebagai pemanis pada minuman bersoda dan olahan makanan lainnya.

Photo by Muhammad Fawdy on Unsplash

Penambahan HFCS ini dilakukan untuk meningkatkan rasa manis pada berbagai jenis makanan dan minuman olahan [2]. Harga HFCS yang relatif murah dibandingkan pemanis alami lain, seperti gula tebu, menjadikan bahan ini sangat populer digunakan di industri tentunya dalam rangka efisensi.

Konsumsi yang berlebihan dari jenis gula ini telah dikaitkan dengan berbagai dampak buruk pada kesehatan manusia, seperti peningkatan risiko obesitas, penyakit jantung, [3] dan bahkan penyakit perlemakan hati (NAFLD).

Kaum Muda yang Rentan

Kamu muda yang dengan perilaku serba instan, menjadi kelompok rentan dalam konsumsi gula. Kekhawatiran besar terutama pada kalangan generasi Z atau milenial dikenal sebagai generasi yang mengonsumsi banyak minuman bersoda, jus buah instan, dan berbagai minuman manis lainnya yang mengandung fruktosa dosis tinggi. Termasuk kopi dan teh berbasis susu yang kaya dengan gula tambahan yang di sajika di kafe-kafe.

Terlihat munculnya kafe-kafe modern saat ini yang menawarkan minuman manis yang tinggi gula juga berperan aktif mendorong peningkatan konsumsi fruktosa di kalangan. Usia pelajar di tingkat sekolah lebih mengkhwatirkan lagi karena lebih rentan mengalami gangguan akibat asupan fruktosa tinggi. Bahkan ini sangat serius karena ketidakpedulian orang tua terhadap pengaturan konsumsi kalori harian anak.

Ada banyak konsekuensi penyakit dimasa mendatang yang menghatui anak-anak dan remaja ini. Obesitas, sindrom metabolik, penyakit jantung, bahkan diabetes dapat terjadi.

Strategi Pencegahan Konsumsi Berlebih Fruktosa

Penyebaran informasi ilmiah dan edukasi yang strategis serta regulasi akan menjadi kunci sukses pembatasan konsumsi fruktosa. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya-upaya reformulasi makanan dan minuman olahan industri untuk mengurangi kadar fruktosa serta penerapan kebijakan yang ketat.

Pemerintah dan industri terkait pun diharapkan dapat berkolaborasi untuk mengurangi dampak buruk konsumsi berlebih fruktosa bagi masyarakat [1] [4] [3].

Inovasi pemanis non gula alami juga dibutuhkan dalam hal ini. Sebagai alternatif alami yang lebih aman untuk manusia. (*)

[1] S. Yu, C. Li, G. Ji and L. Zhang, “The Contribution of Dietary Fructose to Non-alcoholic Fatty Liver Disease”.
[2] K. J. Duffey and B. M. Popkin, “High-fructose corn syrup: is this what’s for dinner?”.
[3] J. Boulton, K. M. Hashem, K. Jenner, F. Lloyd-Williams, H. Bromley and S. Capewell, “How much sugar is hidden in drinks marketed to children? A survey of fruit juices, juice drinks and smoothies”.
[4] J. R. Christine, H. Hajrah and F. Prasetya, “Pengaruh Konsumsi Pemanis Buatan Rendah Kalori Sukralosa dan Glikosida Steviol Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Pengidap Diabetes Melitus Tipe 2”.