HERALD.ID — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan telah memblokir lebih dari 10 ribu rekening yang berkaitan dengan transaksi judi online (judol).
“PPATK telah menghentikan transaksi sebanyak 13.481 rekening di 28 bank,” kata Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana ketika dihubungi wartawan, Senin, 4 November 2024.
Menurutnya, rekening diblokir bisa bertambah tergantung perkembangan pengusutan.
Ivan melihat pola transaksi judol mulai canggih, melalui pola transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) melibatkan jual beli uang kertas asing dan melalui mata uang digital kripto.
“Adapun pola transaksi di beberapa kasus mengalami pergeseran dengan menggunakan KUPVA dan aset kripto,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sebanyak 5.000 rekening perorangan maupun kelompok terkait kasus judi dalam jaringan atau online.
Koordinator Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan pihaknya tidak bisa memastikan nilai transaksi yang ada pada 5.000 rekening yang sudah diblokir terkait judi daring tersebut.
“Itu terus meningkat, sampai sejauh ini sudah ada 5.000 rekening yang kita blokir dan angkanya saya lupa ya, tetapi kalau akumulasi sejak disampaikan pak kepala itu di kuartal pertama 2024 mencapai Rp600 triliun,” kata Natsir dalam diskusi bertajuk “Mati Melarat Karena Judi” yang dipantau secara daring dari Jakarta, Sabtu (15/6/2024).
Ribuan rekening yang diblokir tersebut diketahui kebanyakan mengalir ke negara yang masuk Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), seperti Thailand, Filipina dan Kamboja.
Selain itu, Natsir mengungkapkan sekitar 80 persen dari 3,2 juta pemain judi online yang telah teridentifikasi, mereka rata-rata bermain di atas Rp100 ribu. Profil yang bermain judi online itu pun bervariasi, mulai dari pelajar, mahasiswa bahkan sampai ibu rumah tangga.
“Ini yang cukup mengkhawatirkan buat kita sebagai anak bangsa. Di mana, misalnya, pendapatan keluarga itu katakanlah Rp200 ribu per hari, kalau Rp100 ribunya itu digunakan untuk judi online, itu kan signifikan mengurangi gizi keluarga yang ada,” jelas Natsir.
Laporan tentang judi daring menjadi bagian terbesar dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan yang diterima PPATK, yaitu 32,1 persen, kemudian penipuan berada 25,7 persen dan tindak pidana lain 12,3 persen, serta korupsi di 7 persen.