HERALD.ID, KONAWE SELATAN – Dalam ruang persidangan yang sunyi, dengan hanya suara ketukan palu yang sesekali memecah keheningan, dokter ahli forensik dari RS Bhayangkara Kendari, dr. Raja Al-Fath, memberikan penjelasan yang menggetarkan. Dalam kesaksiannya pada Kamis, 7 November 2024, Raja dengan tegas menyatakan, luka yang diderita D, anak dari Aipda Wibowo Hasyim, bukanlah akibat pukulan sapu ijuk, seperti yang dijadikan alat bukti oleh pihak kepolisian dalam kasus yang tengah disidangkan.

Luka yang ditemukan di paha korban, lanjut Raja, bukanlah luka memar biasa. Sebaliknya, luka itu terlihat seperti luka bakar atau luka melepuh, serta luka lecet yang disebabkan oleh benda kasar yang menyentuh kulit korban. “Kalau kita melihat ini, bukan luka memar tapi luka melepuh, seperti luka bakar, dan kedua seperti luka lecet,” jelas Raja dengan keyakinan yang mendalam, mengungkapkan hal tersebut di hadapan majelis hakim.

Menurutnya, jika luka itu disebabkan oleh sapu ijuk, yang dikenal dengan permukaan kasar dan tumpul, maka luka tersebut seharusnya tidak akan melepuh atau lecet begitu parah. “Perbedaan benda tumpul yang langsung dan tidak langsung mengenai kulit yang dilapisi kain tidak akan sampai memar, lecet ataupun robek,” tambahnya, merinci jenis luka yang dialami oleh korban.

Keberadaan saksi ahli dalam persidangan ini menjadi titik terang dalam proses pembuktian, terutama bagi kuasa hukum terdakwa, Andri Darmawan, yang dengan tekun berusaha mengungkapkan fakta-fakta yang tersembunyi di balik kejadian ini. “Kita sudah hadirkan dokter forensik, teman-teman telah mendengarkan kesaksian tadi,” ucap Andri Darmawan, yang terus berupaya membela hak-hak kliennya, Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito yang kini tengah menghadapi tuduhan penganiayaan terhadap muridnya, D.

Sidang ini sebelumnya telah mengungkapkan cerita yang penuh ketegangan, di mana saksi-saksi yang hadir menceritakan bagaimana penyidik Polsek Baito diduga melakukan tekanan terhadap Supriyani untuk mengakui perbuatannya, meskipun fakta tidak mendukung dugaan tersebut. Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) termasuk Aipda Wibowo Hasyim, ayah korban, serta sejumlah guru dan kepala sekolah, yang memberikan kesaksian yang saling berkaitan dalam upaya menyelesaikan kasus yang mengguncang dunia pendidikan di Konawe Selatan ini.

Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali, yang turut hadir dalam persidangan, menceritakan bahwa dirinya menerima telepon dari penyidik Polsek Baito, Jefri, yang mengaku telah memiliki bukti untuk menetapkan Supriyani sebagai tersangka. “Pak Jefri bilang bukti sudah ada, besok akan ada penetapan tersangka dan dijemput (Ibu Supriyani),” ungkap Sana Ali, menggambarkan ketegangan yang terbangun di sekitar kasus ini.

Dengan semakin banyaknya fakta yang terungkap, persidangan ini tidak hanya menjadi panggung untuk mencari kebenaran, tetapi juga menjadi cermin bagi sistem hukum yang tengah berusaha mengurai benang kusut dari kasus yang menyentuh hati banyak pihak. Pertarungan di ruang sidang ini adalah pertarungan antara kebenaran dan keadilan, antara tekanan dan harapan yang masih bergantung di atas proses hukum yang sedang berlangsung. (*)