HERALD.ID – Gegap gempita Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2024 baru saja usai, dan Donald Trump kembali memegang tampuk kepemimpinan Negeri Paman Sam. Kemenangan Trump atas Wakil Presiden Demokrat Kamala Harris bukan hanya mencuri perhatian Amerika, tetapi juga menarik perhatian dunia, terutama di Rusia. Presiden Rusia, Vladimir Putin, dengan cepat menyampaikan ucapan selamat kepada Trump dalam forum Valdai yang digelar di kota Sochi.

Putin yang terkenal dingin dan penuh perhitungan, membuka peluang diplomasi. “Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan selamat kepadanya,” ucap Putin dengan nada penuh arti. Kalimat yang diucapkan di hadapan para pemimpin dan pemikir dunia di Valdai itu bukan sekadar basa-basi—ada pesan tersirat tentang rencana yang lebih besar di balik kata “selamat” itu.

Sinyal berunding antara kedua tokoh kuat ini menggema ketika Putin ditanya oleh media, menyatakan dirinya “siap” untuk mengadakan pertemuan dengan Trump. Kesiapan itu seakan mengulurkan tangan diplomatik yang bisa mengubah peta hubungan internasional, khususnya antara Rusia dan AS yang selama ini kerap diwarnai ketegangan.

Dari pihaknya, Trump juga tak kalah antusias. Dalam wawancaranya dengan NBC News, ia mengungkapkan optimismenya untuk menjalin komunikasi dengan Putin. “Saya pikir kita akan berbicara,” ujarnya singkat namun tegas. Walau hingga kini ia belum sempat berbicara langsung dengan Putin, mantan presiden yang kini kembali ke Gedung Putih ini mengaku telah menjalin kontak dengan sekitar 70 pemimpin dunia.

Pertemuan antara Trump dan Putin berpotensi menjadi langkah besar di dunia diplomasi. Di tengah ketegangan geopolitik global, terutama di Eropa Timur dan Asia, dialog antara dua pemimpin ini bisa menciptakan gelombang baru dalam upaya stabilitas internasional. Akankah pembicaraan mereka nanti menjadi babak baru dalam sejarah hubungan AS-Rusia, ataukah hanya percakapan diplomatik yang penuh basa-basi?

Dunia menunggu, dan panggung politik internasional siap menyaksikan pertemuan antara dua pemimpin yang kerap membelokkan arah sejarah. Trump dan Putin mungkin berbeda negara, tapi pandangan mereka yang tak selalu selaras dengan arus utama memberi warna tersendiri. (*)