HERALD.ID – Di bawah langit Jakarta yang menggantung kelabu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menatap masa depan partai yang ia bangun dengan penuh ketekunan. Dengan mata yang menyiratkan kebijaksanaan usia, ia berbicara di hadapan wartawan, mengisyaratkan pergeseran yang tampaknya tak terhindarkan.

“Tidak mungkin seorang Surya Paloh mendirikan partai ini, jadi ketua umum sepanjang masa,” ucapnya di NasDem Tower, Senin malam, dengan nada yang tak sehangat biasanya, seolah ada badai kecil dalam hatinya yang ingin disampaikan. Usianya, kesehatannya, dan pemahaman akan hukum alam membuatnya sadar, saatnya memberi kesempatan kepada generasi baru.

Di tengah malam yang dingin itu, ia melanjutkan, memetik filosofi hidup yang seakan lekat dengan dirinya. “Hukum alam sudah pasti memastikan proses berkelanjutan: masa belia, remaja, dewasa, matang, mulai menua, tua, dan akhirnya tiada.” Surya Paloh, yang selama ini dikenal sebagai figur keras, tampak melepaskan sedikit kelembutannya. Seolah ia mengajak para pendengar untuk bersiap menyambut babak baru.

Paloh mengerti bahwa Partai NasDem, yang tumbuh dalam pelukannya, tak boleh berhenti di tangan pendirinya. Ia tahu ada tugas yang lebih besar: memastikan regenerasi berjalan dengan baik. “Jangan nanti nafsu besar, tenaga kurang,” katanya, tersenyum getir, menekankan bahwa seorang pemimpin, sehebat apa pun, akan tiba di persimpangan waktu di mana mereka harus menyerahkan tongkat estafet.

Nama Prananda Paloh, putranya, mencuat dalam spekulasi publik. Namun, bagi Surya Paloh, Prananda adalah sosok yang masih “berproses,” seorang pemuda yang belum selesai menempa diri. “Barangkali dia akan berproses ke depan, kalau dia sudah siapkan dirinya dan dia acceptable,” kata Paloh, menggantungkan harapan dengan hati-hati. Dalam jawaban itu, ada kebanggaan sekaligus kehati-hatian. Di balik tawa getirnya, ada kasih seorang ayah yang berharap putranya menapak jalan panjang dan berat dengan bijak, tidak terburu-buru.

Seiring waktu berlalu, siapa pun yang akan mengambil tongkat kepemimpinan itu harus berakar kuat, memiliki kepribadian kokoh, kemampuan, dan keuletan yang telah teruji. Bagi Surya Paloh, itulah modal utama. Ia tahu, seorang pemimpin harus lebih dari sekadar nama besar. “Ketika upaya transformasi tadi memang dipersiapkan, akan ada, bahkan lebih baik, lebih hebat daripada sang pendiri partai ini,” ujarnya, penuh keyakinan.

Di ujung malam, Surya Paloh berdiri di hadapan mereka yang siap menyaksikan transisi ini, mengingatkan bahwa seorang pemimpin sejati bukan hanya yang membangun fondasi, tapi yang berani memberi kesempatan pada penerusnya. Sambil mengayunkan langkah ke luar NasDem Tower, ia mengajak kita semua untuk melihat masa depan partai ini, dengan harapan yang lebih cerah, di tangan siapa pun yang siap mengembannya. (*)