HERALD.ID – Di sebuah ruang kecil, dengan isak tertahan, Ira Maria tak mampu menyembunyikan rasa perih yang menggantung di benaknya. Air mata jatuh tak tertahan dari matanya, mengalir penuh sesal. Di balik ketenangan wajahnya, tersimpan kegelisahan yang ia pendam sejak kejadian itu. Saat putranya, Ethan, diminta berlutut dan menggonggong oleh Ivan, seorang pengusaha Surabaya, Ira berada di sana, dan sesal itu kini meremas batinnya tanpa henti.
“Demi keselamatan Ethan, saya hanya ingin semuanya selesai cepat,” ujar Ira dengan suara bergetar. Waktu itu, ia berdiri di belakang kamera, ikut memerintahkan anaknya untuk menurut. “Bersujud Tan, tidak apa-apa. Menggonggong saja biar cepat selesai,” kata Ira lirih, mencoba menghapus ketegangan yang memenuhi ruangan kala itu.
Namun, permintaan itu kini menimpali dirinya sendiri. “Itulah penyesalan terbesar saya sebagai seorang ibu. Kenapa saya membiarkan anak saya dihina, bersujud dan menggonggong? Kami, orang tuanya, bahkan tidak pernah menyuruh dia melakukan hal itu di hadapan kami sendiri,” tutur Ira, setiap kata terasa berat, seolah merangkum luka yang belum juga sembuh.
Ira meyakinkan bahwa tuduhan yang menyebut putranya pernah membully Excel, putra Ivan, tidaklah benar. “Anak saya tidak pernah mengolok atau mengejek Excel secara langsung. Kata-kata tentang ‘pudel’ yang dikatakan hanya candaan di antara teman-temannya, tanpa maksud melecehkan atau menyakiti siapa pun,” jelas Ira. Menurutnya, pertemuan di lapangan basket saat itu adalah peristiwa biasa, bukan pemicu konflik yang layak berujung pada penghinaan yang dialami putranya.
Sejak video itu viral, mengguncang warganet dengan kemarahan yang tak tertahankan, Ira terus dihantui peristiwa tersebut. Dalam video itu, Ivan, pria berkemeja putih dengan sorot mata tajam, meminta Ethan untuk bersujud di kakinya, tak cukup sampai di situ, ia menyuruhnya untuk menggonggong. Perlakuan ini menyulut emosi netizen, yang mengecam tindakan Ivan tanpa ampun.
Kini, beredar sebuah foto di dunia maya, memperlihatkan Ivan menandatangani selembar kertas yang diduga sebagai surat perjanjian damai. Bagi Ira, permohonan maaf itu tak akan pernah menghapus bayangan akan sujud dan gonggongan anaknya. Di setiap kata yang ia sampaikan, tersirat doa dan penyesalan, juga harapan bahwa kejadian ini akan menjadi pelajaran bagi semua. (*)