HERALD.ID – Sorotan publik mengarah pada Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi sekaligus Wali Kota Medan, yang terekam menaiki pesawat jet pribadi bersama keluarganya. Dari tangkapan layar akun X @MurtadhaOne1, foto tersebut memicu tanda tanya besar—apakah fasilitas tersebut dianggap wajar untuk seorang pejabat publik?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui Deputi Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan, awalnya berencana untuk memanggil Bobby. Sebagai wali kota, Bobby tak luput dari tanggung jawab transparansi fasilitas yang diterima. “Iyalah, dia kan penyelenggara negara waktu itu,” ujar Pahala kepada awak media di Jakarta. Namun, berbeda dengan kasus serupa, pemanggilan ini tiba-tiba dibatalkan.

“Rencananya sudah terkumpul beberapa bukti, tapi pimpinan memutuskan untuk menyerahkan ke Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK atau Dumas, karena ada laporan masyarakat yang masuk,” ungkap Pahala, menjelaskan liku-liku yang membawa kasus ini di luar jalur pencegahan.

Langkah ini bukan tanpa alasan. Bobby menyatakan, penerbangan itu tidak menggunakan dana APBD Kota Medan. Namun, bagi publik, tetap ada ruang keraguan. Pesawat yang diduga milik seorang pengusaha Medan memunculkan dugaan gratifikasi, yang kini berada di bawah sorotan Direktorat PLPM. “Penanganannya sudah difokuskan dan dilakukan di direktorat PLPM,” ujar juru bicara KPK, Tessa Mahardhika.

Direktorat Gratifikasi KPK sendiri masih terlibat, membantu pengumpulan bukti. “Direktorat gratifikasi di bawah Kedeputian Pencegahan membantu semua bahan yang sudah masuk ke PLPM,” tambah Tessa.

Bobby sendiri mengaku siap terbuka. “Silakan dicek, dikroscek, apakah ada uang APBD atau dana yang tidak semestinya? Yang pasti, bukan dari situ semua,” ujarnya. Sementara itu, publik menanti sikap dan tindakan KPK—menantikan jawaban atas pertanyaan yang semakin sulit ditepis di balik foto jet pribadi yang viral.

Kasus ini kini memasuki ranah abu-abu, dengan banyak yang mempertanyakan, akankah ada efek jera yang terukur atau justru berlalu tanpa babak akhir yang pasti. (*)