HERALD.ID, JAKARTA — Penangguhan gelar doktor Bahlil Lahadalia oleh Universitas Indonesia (UI) memicu perdebatan luas di tengah publik.
Langkah ini dilakukan sambil menunggu sidang etik yang akan menentukan status akhir gelar akademik Menteri Investasi tersebut.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai, kasus ini bukan hanya persoalan individu Bahlil, tetapi juga mencerminkan masalah mendalam dalam sistem akademik di UI.
Menurut Rocky, penangguhan ini sudah seharusnya dilakukan, mengingat proses akademik yang meloloskan disertasi Bahlil dianggap cacat sejak awal.
“Disertasi ini lebih menyerupai laporan biasa, tanpa dalil atau kontribusi akademis yang layak. Prosedur yang memungkinkan kelolosannya patut dicurigai sebagai manipulatif,” ujar Rocky melalui akun YouTube-nya, Kamis 14 Nivember 2024.
Ia juga menyoroti lemahnya metodologi dan hipotesis dalam karya tersebut, yang menurutnya tidak memenuhi standar akademik untuk gelar doktor.
“Disertasi harus menghasilkan sesuatu yang baru, baik dalam cara berpikir maupun temuan teoritis. Namun, ini sekadar tempelan data tanpa pembuktian yang memadai,” tambahnya.
Selain masalah teknis, Rocky menggarisbawahi potensi konflik kepentingan yang melibatkan promotor akademik Bahlil.
Ia menduga adanya keterkaitan antara promotor dengan posisi Bahlil sebagai tokoh publik dan pengusaha berpengaruh.
“Promotor seharusnya berada di luar pengaruh kekuasaan, tetapi kasus ini justru menunjukkan indikasi sebaliknya,” tegasnya.
Kasus Bahlil juga dianggap Rocky mencerminkan persoalan internal di UI. Ia menyebut perlunya audit mendalam terhadap proses akademik, termasuk potensi praktik transaksional dalam penerimaan dan kelulusan mahasiswa doktoral.
“Bahlil mungkin korban dari sistem koruptif di UI. Ada indikasi bahwa ini bukan kasus pertama, melainkan bagian dari pola yang lebih besar,” ujarnya.
Rocky menyarankan pembentukan tim independen untuk menyelidiki skandal ini, termasuk memeriksa hubungan antara promotor, fakultas, dan rektorat.
“Sistem yang memungkinkan seseorang memperoleh gelar tanpa standar yang jelas harus dirombak total,” tambahnya.
Sebagai pejabat publik, Rocky menekankan bahwa Bahlil seharusnya memikul tanggung jawab moral atas kasus ini.
“Etika adalah pilar integritas pejabat negara. Jika seseorang gagal menjaga standar etika, ia seharusnya tidak menduduki posisi penting di kabinet,” tegasnya.
Rocky juga mengingatkan Presiden Prabowo untuk mengambil tindakan tegas terhadap para menteri yang tersandung masalah integritas.
Ia menyebut ada beberapa menteri lain dengan kasus etika yang serupa, yang berpotensi merusak legitimasi pemerintah.
“Prabowo harus menunjukkan sikap tegas terhadap kasus ini. Publik ingin melihat janji pemerintahan yang berintegritas ditegakkan, bukan sekadar retorika,” pungkasnya.
Kasus ini, menurut Rocky, bukan hanya tentang Bahlil, tetapi juga menyangkut kredibilitas UI sebagai institusi pendidikan terkemuka.
“UI perlu merefleksikan dirinya, membersihkan sistem dari praktik yang mencederai nilai akademik, dan membangun kembali kepercayaan publik,” pungkasnya. (san)