HERALD.ID, SURABAYA – Senja sudah beranjak malam ketika suasana di Polrestabes Surabaya berubah menjadi lebih tegang. Sosok Ivan Sugianto, pengusaha hiburan malam yang belakangan namanya mencuat, digiring masuk ke ruang pemeriksaan.
Pria yang dikenal sebagai pebisnis itu kini berstatus sebagai tersangka dalam kasus yang mengejutkan publik: memaksa seorang siswa SMAK Gloria 2 untuk bersujud dan menggonggong layaknya anjing, perbuatan yang segera menuai kecaman dari berbagai pihak.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto, menjelaskan perkembangan kasus ini dengan nada tegas. “Setelah sekitar tiga jam pemeriksaan sejak maghrib tadi, penyidik memutuskan untuk menahan tersangka,” ucapnya dalam konferensi pers di Polrestabes, Kamis malam, 14 November 2024.
Ivan, yang duduk di kursi pemeriksaan, tampak tak banyak bicara. Sebelum ditahan, ia sempat diperiksa oleh dokter yang memastikan kondisi kesehatannya, memastikan tak ada alasan medis untuk menunda penahanannya.
Langkah penahanan ini, menurut Dirmanto, bukan tanpa alasan. Pasal berlapis menjerat Ivan, mulai dari Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak hingga Pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP. Kedua pasal tersebut membawa ancaman pidana yang serius—tiga tahun penjara di hadapan Ivan, yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Kasus ini berawal dari sebuah video yang viral, video yang memperlihatkan momen penghinaan itu: seorang remaja diminta berlutut, menunduk, dan mengeluarkan suara layaknya seekor anjing. Dunia maya bereaksi dengan amarah dan kekecewaan. Para orang tua, guru, dan masyarakat umum merasa terguncang melihat anak yang seharusnya berada di lingkungan pendidikan justru menjadi korban perlakuan yang jauh dari kemanusiaan.
Di tengah badai kecaman publik, Ivan sempat muncul dalam sebuah video yang bernada penyesalan. Ia meminta maaf—kepada korban, kepada sekolah, dan kepada masyarakat Indonesia. Namun, bagi banyak orang, kata-kata itu terasa kosong. Luka yang ditinggalkan oleh tindakannya tak mudah untuk sembuh hanya dengan permintaan maaf.
Malam itu, ketika Ivan dibawa ke ruang tahanan, Polrestabes Surabaya tampak lebih sunyi dari biasanya. Tapi di balik dinding-dinding tahanan, gema kasus ini terus bergema, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga martabat setiap individu—tak terkecuali anak-anak—dari perlakuan yang merendahkan kemanusiaan. (*)