HERALD.ID – Di balik layar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sebuah permainan kotor terbongkar, melibatkan akses gelap ke website judi online. Tiga serangkai, A, AK, dan A alias M, menjadi otak di balik skema ini, menyusun jaringan rumit untuk memanipulasi sistem pemblokiran situs ilegal demi keuntungan besar.

Selasa pagi, 19 November 2024, suasana hening Polda Metro Jaya pecah dengan pengumuman terbaru. Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, berdiri tegap di hadapan wartawan, mengungkap penangkapan tersangka terakhir, A alias M, yang melengkapi puzzle segitiga kejahatan ini. “Tersangka A alias M adalah kepingan terakhir dari segitiga ini,” katanya, sorot matanya tajam.

Skema Licik Tiga Serangkai

Ketiga tersangka utama ini bukan hanya pelaku, tetapi otak di balik operasional jaringan. Mereka mengumpulkan website judi online, mengatur uang setoran, memverifikasi situs agar tetap aktif, dan mengawasi operasional seluruh pelaku lainnya. Dengan kontrol penuh, mereka menciptakan sistem di mana uang menjadi penentu keberlangsungan sebuah website.

“Website yang tidak menyetorkan uang akan langsung diblokir,” ungkap Ade. Uang yang diterima setiap dua minggu sekali dari pemilik website dijadikan “pelumas” agar situs mereka tetap leluasa beroperasi.

Jejak Awal: Dari ‘Sultan Menang’ hingga Kantor Satelit di Bekasi

Pengungkapan kasus ini bermula dari penyelidikan website judi online bernama Sultan Menang. Investigasi membawa polisi ke sebuah kantor satelit di kawasan Galaxy, Bekasi, setelah sebelumnya beroperasi di Tomang, Jakarta Barat. Di sana, 12 orang bekerja, terdiri atas 8 operator dan 4 admin, yang mengelola daftar website terindikasi judi online.

Melalui akun Telegram milik AK, daftar situs judi ini difilter dan dipilah berdasarkan pembayaran yang dilakukan. Bagi yang patuh membayar, akses tetap diberikan. Sebaliknya, yang menolak, langsung dimasukkan dalam daftar pemblokiran oleh Komdigi.

Akar Masalah: Peluang dalam Sistem yang Bocor

Salah satu pelaku utama, AK, pernah mencoba menjadi tenaga teknisi pemblokiran konten negatif di Komdigi, tetapi gagal lolos seleksi. Meski demikian, ia tetap dipekerjakan dan diberi akses luar biasa ke sistem pemblokiran. Dengan kewenangan itu, AK bersama A dan A alias M membangun jaringan ilegal ini.

Kasus ini menjadi bukti bagaimana celah dalam sistem dapat dimanfaatkan untuk kejahatan yang terorganisir. Hingga kini, total 23 orang telah ditangkap, 10 di antaranya adalah pegawai Komdigi.

Keberanian di Tengah Kegelapan

Penangkapan A alias M menjadi puncak operasi panjang yang melibatkan berbagai unit kepolisian. Kombes Ade Ary menyatakan, “Investigasi ini adalah bukti komitmen Polri untuk memberantas judi online hingga ke akarnya.”

Langkah ini juga menjadi peringatan keras bagi instansi pemerintah untuk memperkuat pengawasan internal mereka. Karena dalam kasus ini, kejahatan tidak hanya melibatkan pihak luar, tetapi juga orang dalam yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk meraup keuntungan pribadi.

Akhir Sebuah Bab, Awal Perjuangan Baru

Dengan tertangkapnya seluruh tersangka utama, lembaran pertama kisah mafia judi online di Komdigi mungkin telah ditutup. Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: bagaimana pengawasan internal yang seharusnya mencegah hal ini gagal total?

Kejadian ini mengingatkan bahwa di balik teknologi canggih dan sistem yang terlihat kokoh, ada tangan-tangan licik yang selalu mencari celah. Ke depan, upaya tak hanya soal menangkap pelaku, tetapi membangun sistem yang benar-benar kedap terhadap manipulasi. (*)