HERALD.ID, GAZA–Dengan operasi militer Israel yang intensif di wilayah utara Gaza yang terkepung pada hari ke-50, penduduk yang tersisa dibiarkan mengais-ngais di antara puing-puing untuk mencari makanan.
Hal itu disampaikan juru bicara UNRWA Louise Wateridge sebagaimana dikutip dari Gulf Times, Selasa (26/11/2024).
Tentara Israel mengumumkan akan mengintensifkan operasi di wilayah utara yang porak-poranda pada 6 Oktober, dengan pasukan mengepung kota utara Jabalia dan daerah sekitarnya pada saat itu.
Berbicara dari Kota Gaza, tempat banyak penduduk utara telah mengungsi sejak operasi dimulai, Wateridge memberikan wawasan yang diperolehnya dari berbicara dengan warga Palestina yang mengungsi dan rekan-rekannya dari badan PBB untuk pengungsi Palestina.
Ia mengatakan UNRWA memperkirakan bahwa antara 100.000 dan 130.000 orang telah mengungsi dari Gaza utara sejak awal operasi.
Bagaimana situasi saat ini? “Tidak ada akses ke makanan, tidak ada akses ke air minum. Delapan sumur air UNRWA yang berada di Jabalia, berhenti berfungsi beberapa minggu yang lalu. Sumur-sumur itu rusak, hancur, dan kehabisan bahan bakar,” katanya.
Ia mengatakan, ada laporan yang sangat mengerikan tentang serangan terus-menerus terhadap rumah sakit, tempat penampungan tempat orang-orang mencoba bertahan hidup.
“Di sini, di Kota Gaza, saya bertemu dengan orang-orang yang telah melarikan diri demi keselamatan mereka dan mereka menunjukkan kepada saya video-video mengerikan yang memperlihatkan mereka berlarian di jalanan, mereka berjalan di antara puing-puing,”ujarnya.
“Ada mayat anak-anak di sekitar mereka, ada mayat orang-orang yang terbunuh di mana-mana sehingga mereka harus berjalan dan melangkah untuk keluar,” lanjutnya.
Menurutnya, lima puluh hari pengepungan yang dilakukan pasukan zionis Israel, sungguh tak terbayangkan, kehancuran, kematian, rasa sakit, penderitaan yang ditimbulkannya.
“Saya bertemu dengan beberapa anak dalam beberapa hari terakhir, Anda dapat mendengar pesawat terbang, Anda dapat mendengar pesawat tanpa awak dan mereka membeku, mereka benar-benar membeku, mereka tidak dapat berkata apa-apa, gigi mereka mulai bergemeletuk, mereka benar-benar lumpuh karena ketakutan dari pengalaman yang mereka alami selama beberapa minggu terakhir,” tuturnya.
Seperti apa kehidupan di sana?”(Ada) sekitar 65.000 orang di daerah yang dikepung ini. Kami mendengar bahwa mereka mengais-ngais dari bangunan tempat tinggal, mengais-ngais di antara puing-puing, mencoba menemukan kaleng-kaleng makanan kaleng lama, sumber makanan apa pun yang sudah ada di bangunan tempat tinggal ini atau di antara puing-puing,” ungkapnya.
“Sekitar waktu ini tahun lalu, ada laporan dari Gaza utara bahwa akses terputus dan orang-orang berkeliaran, mereka berkeliaran memakan makanan hewani untuk bertahan hidup. Jadi, orang-orang hanya memakan apa pun yang dapat mereka temukan saat ini dan itu benar-benar upaya bertahan hidup yang sempurna,” lanjutnya.
Menurutnya, mendengar cerita-cerita tentang keluarga orang-orang yang berada di bawah reruntuhan dan melarikan diri serta harus meninggalkan mereka, orang-orang menjadi trauma. “Orang-orang yang tidak berhasil melarikan diri, mereka benar-benar trauma,” katanya.
Bagaimana dengan mereka yang berada di Kota Gaza?”(Ada) sekitar 100.000 hingga 130.000 orang lagi yang terpaksa mengungsi dari Jabalia, dari Beit Hanoun, dari daerah-daerah yang terkepung ini. Dan… mereka tiba (di Kota Gaza) di gedung-gedung yang terbuat dari arang, gedung-gedung yang hancur, hujan, dingin, dan beku,” jelasnya.
Orang-orang ini tidak punya kasur, tidak punya terpal, tidak punya tenda, dan tidak punya selimut. “Keluarga-keluarga menangis, mengemis karena anak-anak mereka tidak punya pakaian, tidak punya pakaian hangat, bayi-bayi tidak punya apa pun untuk menghangatkan mereka,” bebernya.
Ia mengatakan pemandangan di Gaza sangat memilukan. “Sangat menyedihkan, kondisi yang membuat orang-orang terpaksa tinggal di sini. Jadi mereka berada di antara puing-puing, mereka berada di fasilitas-fasilitas yang seharusnya dilindungi oleh hukum internasional,” tegasnya.
“Kisah-kisah mengerikan tentang tank-tank yang datang, tentang serangan terhadap sekolah-sekolah, dan kemudian orang-orang dipaksa untuk kembali dan berlindung di sana karena mereka tidak punya tempat lain untuk dituju,” tandasnya. (ilo)