HERALD.ID – Awan kelabu menyelimuti Markas Polda Metro Jaya, seolah turut meresapi atmosfer tegang yang memenuhi aula konferensi pers. Di hadapan para wartawan, Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, dengan nada serius mengungkap perkembangan terbaru kasus judi online yang menyeret pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

“Penyidikan masih berjalan,” ucap Wira. “Setelah Pilkada serentak, kami akan mendalami lebih jauh, termasuk kemungkinan memanggil pejabat sebagai saksi.”

Pernyataan itu mengisyaratkan adanya nama besar lain yang mungkin terseret, sebuah sinyal bahwa drama hukum ini belum selesai. Hingga kini, 24 orang telah ditangkap, termasuk 10 pegawai Komdigi. Namun, perhatian publik tertuju pada satu nama: Alwin Jabarti Kiemas, keponakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Alwin, yang sebelumnya menjabat staf ahli di Komdigi, kini menjadi tahanan. Bersama Adhi Kismanto, ia diduga memanipulasi sistem pemblokiran situs judi online, memastikan beberapa laman terlarang tetap lolos dari pantauan pemerintah. Peran mereka tak hanya teknis, tetapi juga strategis, memanfaatkan celah dalam sistem keamanan digital untuk keuntungan ilegal.

Di balik layar, muncul nama Zulkarnaen Apriliantony, alias Tony Tomang, mantan komisaris BUMN yang dikenal dekat dengan lingkaran kekuasaan. Tony diduga merekrut Adhi dan Alwin, memperkenalkan mereka ke pejabat tinggi, dan memastikan keduanya memiliki akses istimewa di kementerian. Perannya sebagai tim pemenangan Pilkada PDIP menambah bumbu politik dalam kasus ini.

“Kami telah memblokir 3.455 rekening dan 5.146 website terkait aktivitas ini,” ungkap Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto, yang menegaskan bahwa pihaknya menggandeng PPATK untuk menelusuri aliran dana. “Kemungkinan tersangka baru terbuka lebar,” tambahnya.

Namun, sorotan terbesar adalah dugaan aliran dana judi ke partai politik. Sejauh ini, polisi masih menunggu hasil analisis PPATK. “Kita tidak bergerak sendiri. Ini kerja kolektif dengan banyak instansi,” tegas Wira.

Drama ini tak hanya soal kejahatan digital, tetapi juga menyingkap hubungan kompleks antara kekuasaan, teknologi, dan kepentingan. Dengan Pilkada serentak tinggal sehari lagi, kasus ini menjadi bayang-bayang panjang yang bisa memengaruhi dinamika politik tanah air.

Di ruang tahanan, Alwin dan rekan-rekannya mungkin menanti giliran mereka tampil di pengadilan. Namun, publik tahu, cerita ini belum mencapai klimaks. Pertanyaan utama tetap bergema: siapa lagi yang akan terseret setelah Pilkada berakhir? Mungkinkah mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi? (*)