HERALD.ID, JAKARTA–Tim Penasihat Hukum dari mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong keberatan terhadap beberapa pertimbangan yang diungkap hakim dalam putusan permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka atas kasus dugaan korupsi importasi gula.

Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, Selasa (26/11/2024) mengatakan, keberatan mereka mencakup beberapa poin penting yang menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

Pertama, tim hukum Tom Lembong menyoroti makna dan fungsi praperadilan telah diperluas oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), namun hal ini tidak dipertimbangkan secara menyeluruh oleh hakim.

“Kaitan dengan dua alat bukti yang cukup menurut putusan MK seharusnya dapat diuraikan oleh penyidik sebagai bukti awal yang terang dan berkaitan, sehingga bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka. Hakim praperadilan seharusnya dapat menilai kualitas bukti tersebut, bukan hanya formalitasnya saja,” kata Zaid dikutip dari Inilah.com.

Kedua, tim hukum Tom Lembong mencatat hakim masih menggunakan paradigma lama mengenai makna praperadilan dan tidak memperbarui pemahaman terhadap putusan MK yang telah mereka ajukan. Dalam konteks pemberlakuan hukum tindak pidana korupsi (Tipikor). Menurut Zaid, seharusnya fokus tidak hanya pada potensi kerugian, tetapi pada kerugian yang sebenarnya terjadi.

“Perubahan kata ‘dapat’ dalam UU No. 20 Tahun 2001 menunjukkan bahwa hukum harus lebih tegas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang terkandung dalam UUD 1945. Dalam hal ini, penyidik tidak memiliki satu pun bukti terhadap kerugian negara dari lembaga mana pun,” ujar Zaid.

Ketiga, kuasa hukum juga menggarisbawahi bahwa pencantuman kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan banyak pihak. “Hukum harus jelas dan tidak membingungkan bagi semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

Keempat, tim hukum Tom Lembong menyayangkan pertimbangan yang diajukan oleh Tom Lembong yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum ini tidak diterima oleh hakim.

“Kami percaya bahwa setiap proses hukum harus dilakukan dengan transparansi dan berkeadilan. Kami akan terus berjuang untuk memastikan bahwa hak-hak klien kami dilindungi dan bahwa keadilan ditegakkan,” kata Zaid.

Kelima, meskipun hakim mengakui tindakan Tom Lembong sebagai kebijakan, namun, pihak Tom Lembong menilai hakim masih belum berani untuk menggunakan UU No. 30 tentang Administrasi Negara untuk menetapkan bahwa penyidik telah melampaui kewenangan hukum administrasi negara, yang merupakan kewenangan APIP dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

Putusan ini sebut tim hukum Tom Lembong memberikan ketidakpastian hukum dan perlindungan kepada pejabat penyelenggara negara, termasuk menteri, dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat.

“Keberatan kami mencerminkan komitmen kami terhadap keadilan. Kami akan terus berjuang untuk membela hak-hak klien kami dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan,” ujar Zaid. (ilo)