HERALD.ID, JAKARTA – Malam di Hotel Sultan, Jakarta, pada Rabu, 27 November 2024, terasa berbeda. Tidak ada sorak-sorai kemenangan atau riuh tepuk tangan pendukung Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO). Balai riung besar yang semula disiapkan untuk pesta kemenangan mereka tampak sunyi. Hanya ada ratusan kursi kosong yang tak berpenghuni, sementara meja-meja prasmanan dengan makanan berlimpah terlihat nyaris tak tersentuh.
Ridwan Kamil tiba di hotel tanpa kehadiran jurnalis yang biasanya mengerubunginya. Sumber dari tim pemenangan menyebutkan, pria yang akrab disapa Emil itu langsung menuju kamarnya. Di sana, ia memantau hasil quick count yang ditayangkan di layar televisi. Hasil sementara menunjukkan pasangan nomor urut 1 ini tertinggal dari pesaingnya, Pramono Anung dan Rano Karno (Pram-Doel).
“Kami sudah sesumbar menang satu putaran, tapi kenyataan berkata lain,” ujar seorang anggota tim pemenangan dengan nada getir.
Di lorong hotel, kamera-kamera wartawan yang sebelumnya siap merekam momen euforia kemenangan akhirnya hanya merekam konferensi pers singkat. Ridwan Kamil dan Suswono berdiri di depan backdrop sederhana, memberikan pernyataan yang lebih terdengar seperti permintaan maaf daripada selebrasi.
“Kami menghormati keputusan rakyat Jakarta. Ini bukan akhir, tetapi awal dari perjalanan baru untuk terus berkontribusi bagi bangsa,” ujar Emil, berusaha tegar meski sorot matanya menyiratkan kekecewaan mendalam.
Menurut sejumlah sumber, kekalahan RIDO sudah bisa diprediksi jauh hari sebelumnya. Dukungan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kepada Pram-Doel disebut sebagai faktor penentu yang menggeser sekitar 20 persen suara pemilih Jakarta. Ditambah lagi, kampanye RIDO terantuk skandal soal kartu janda dan komentar-komentar yang dinilai tidak sensitif.
“Mau klarifikasi sebanyak apa pun, isu itu sudah membakar habis peluang kita,” kata salah satu anggota DPRD DKI dari Partai Gerindra.
Pesta kemenangan yang batal ini juga mencerminkan dinamika internal Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus). Ketidakhadiran sejumlah petinggi partai di Hotel Sultan menjadi sinyal bahwa optimisme mereka terhadap RIDO sudah menurun.
“Hari pencoblosan itu seharusnya puncak dari perjuangan, tapi atmosfernya seperti sudah kalah sebelum bertarung,” lanjut sumber yang sama.
Di balai riung besar, suasana semakin lengang. Relawan yang tersisa hanya duduk-duduk dengan pandangan kosong, beberapa sibuk menghabiskan makanan. Semangat yang awalnya memuncak kini sirna, digantikan dengan kesunyian yang menyelimuti sudut-sudut ruangan.
Panggung kemenangan yang disiapkan dengan megah akhirnya menjadi saksi bisu dari sebuah kekalahan pahit. RIDO mungkin kalah dalam angka, tetapi bagi mereka, perjuangan untuk membangun harapan baru di Jakarta tak pernah benar-benar selesai. (*)