HERALD.ID, JAKARTA – Dalam riuh rendah Pilkada Serentak 2024, dua daerah mencatat anomali politik yang tak terduga. Di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, kotak kosong memenangkan pertempuran melawan pasangan calon tunggal. Fenomena ini bukan hanya mencengangkan, tetapi juga menyulut diskusi panjang tentang arah demokrasi di Indonesia.

Di Pangkalpinang, Maulan Akil dan Masagus M. Hakim, pasangan calon tunggal yang diusung sembilan partai besar, harus menerima kenyataan pahit. Real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan kotak kosong meraih 57,98 persen suara, meninggalkan pasangan tersebut dengan hanya 42,02 persen. Di Bangka, hasil serupa terjadi. H. Mulkan dan Ramadian, meski berstatus petahana, kalah dengan kotak kosong yang mencatat 57,25 persen suara.

Mengapa Kotak Kosong Menang?
Idham Holik, Anggota KPU RI, menyebut kemenangan kotak kosong sebagai bukti keresahan rakyat terhadap sistem. “Ini adalah pesan kuat dari masyarakat,” ujarnya. Dengan tingkat golput yang tinggi dan suara terbanyak diraih kotak kosong, rakyat seakan menolak kepemimpinan tanpa alternatif.

Ahmad Irawan, Anggota Komisi II DPR RI, menyebut fenomena ini absurd dan potensial merugikan negara. “Jika rakyat menginginkan kepemimpinan alternatif, seharusnya gerakan itu dimulai sejak proses pencalonan,” katanya. Namun, ia juga mengakui bahwa kemenangan kotak kosong mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap sistem politik yang dinilai terlalu didominasi oleh partai-partai besar.

Apa Selanjutnya?
Mengacu pada Keputusan Mahkamah Konstitusi, pilkada ulang di Pangkalpinang dan Bangka harus dilakukan paling lambat satu tahun ke depan, yaitu September 2025. Hingga saat itu, kedua daerah akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah.

Namun, tantangan tidak berhenti di sana. KPU, bersama DPR, harus segera menyusun aturan teknis untuk pilkada ulang. Pertanyaannya, apakah pilkada berikutnya akan mampu menghadirkan calon-calon baru yang bisa merebut hati rakyat, atau justru mengulang skenario serupa?

Pesan dari Kotak Kosong
Fenomena kotak kosong di Pangkalpinang dan Bangka bukan sekadar hasil pemilu. Ia adalah cermin dari dinamika sosial-politik yang menggugat kemapanan. Di tengah sorotan terhadap pasangan calon tunggal, rakyat dengan tegas menyatakan keinginan mereka untuk pilihan yang lebih beragam dan autentik.

Dalam demokrasi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Namun kali ini, suara itu datang dari kotak yang kosong—sebuah simbol sunyi yang berbicara lantang. (*)