HERALD.ID, BOGOR – Di sebuah kamar indekos sederhana di Desa Nagrak, misteri sebuah pembunuhan keji terkuak perlahan. R (19), seorang wanita muda yang diduga bekerja sebagai open booking online (BO), ditemukan tak bernyawa. Luka di lehernya menceritakan kisah serangan brutal yang berakhir tragis. Namun, fakta terbaru menambah lapisan gelap pada cerita ini: kekasih korban ternyata berada di kamar belakang saat pembunuhan berlangsung.

Kapolsek Gunungputri, Kompol Aulia Robby, mengungkapkan bahwa pada saat pembunuhan terjadi, dua pria—kekasih korban dan temannya—sedang berada di kamar belakang. Mereka tak menyadari tragedi yang tengah berlangsung hanya beberapa langkah dari mereka.

“Kamar belakang ternyata ada temannya si korban. Temannya ini dua laki-laki, satu pacarnya, satu temannya,” ujar Aulia.

Cutter di Balik Rencana Dendam

Kisah mencekam ini bermula dari kedatangan pelaku, AP, ke kamar kos korban. Ia telah membawa cutter, senjata yang direncanakan untuk membunuh. Hanya lima menit setelah mereka memasuki kamar, R dibunuh dengan kejam. Luka menganga di lehernya memadamkan suaranya, tetapi kakinya yang tersisa bergerak, menendang-nendang, berusaha meminta pertolongan.

Tendangan itu yang akhirnya mengarahkan perhatian sang kekasih dan temannya ke kamar depan. Mereka mendobrak pintu, mendapati AP tengah berdiri di sisi tubuh tak bernyawa korban.

“Korban nggak bisa teriak karena lehernya sudah digorok, tapi dia masih bisa nendang. Itu yang bikin pacar dan temannya sadar,” lanjut Aulia.

Amarah yang Meledak dan Pelarian Singkat

Melihat pembunuh di depan mata, pacar dan teman korban langsung menangkap AP. Kemarahan mereka memuncak. AP dipukul, diikat, dan dihajar. Namun, pelaku berhasil meloloskan diri melalui jendela, meninggalkan jejak darah dan luka yang mengiris hati.

Polisi yang menerima laporan segera bergerak. Pengejaran berakhir di rumah paman pelaku di Klapanunggal, sekitar pukul 22.00 WIB. Di sana, AP ditangkap tanpa perlawanan berarti.

Motif: Dendam yang Berujung Tragis

Pengakuan AP membeberkan alasan di balik aksinya. Ia merasa sakit hati pada korban. Pemesanan pertama tak sesuai harapannya karena uang yang ia bawa kurang. Dendam itu, dipupuk oleh kemarahan yang tidak terkontrol, akhirnya memuncak menjadi rencana pembunuhan.

“Pelaku merasa sakit hati pada korban dan merencanakan pembunuhan. Cutter itu sudah dia siapkan dari rumah,” ujar Aulia.

Penutup Sebuah Tragedi

Kini, AP menghadapi ancaman hukuman mati atas tindakannya. Sementara itu, di kamar kos yang menjadi saksi bisu pembunuhan, hanya kenangan gelap yang tertinggal—sebuah gambaran tentang bagaimana kemarahan dan dendam bisa berubah menjadi tragedi yang tak termaafkan.

Korban telah pergi, tetapi pertanyaan masih bergema: bagaimana cinta, kekerasan, dan kemiskinan bisa terjalin menjadi simpul tragis dalam satu malam yang penuh darah? Di balik pintu kamar sederhana itu, tersimpan pelajaran pahit tentang harga yang harus dibayar atas sebuah dendam. (*)