HERALD.ID, JAKARTA — Gus Baha, ulama kharismatik yang dikenal karena gaya ceramahnya yang lugas dan mendalam, memberikan pandangan unik tentang cara memancing rezeki melalui kebersihan hati.
Dalam ceramahnya, ia menggarisbawahi pentingnya menjaga niat yang baik dalam setiap tindakan, terutama dalam mencari rezeki.
Menurut Gus Baha, rezeki bukan hanya soal materi, tetapi juga keberkahan yang diperoleh melalui sikap hati yang bersih dan penuh keikhlasan.
Ia mencontohkan bagaimana Sayidina Ali menghadapi berbagai konflik besar, termasuk pertempuran dengan musuhnya.
Dalam situasi yang sulit, keputusan yang diambil selalu didasarkan pada niat yang lurus untuk menjaga keadilan dan kebenaran, bukan sekadar untuk memenangkan pertempuran.
Gus Baha juga menceritakan pengalaman seorang temannya yang sempat jatuh miskin dan bekerja pada majikan non-Muslim.
Meski situasi tersebut terasa pahit, kondisi itu menjadi titik balik untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui sedekah.
“Sedekah adalah cara ajaib untuk membersihkan hati dan membuka pintu rezeki,” tegasnya.
Dalam pembahasan lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa keadilan dalam fikih sangat penting untuk memastikan kebersihan hati dalam mencari nafkah.
Ia mengkritik praktik riswah (penyuapan) yang dapat mencemarkan rezeki seseorang.
Sebaliknya, ia mendukung penggunaan dana untuk membela kebenaran dan memberantas kebatilan, asalkan dilakukan dengan niat yang benar.
Ia juga menyinggung pentingnya umat Islam untuk berani berpikir kreatif dalam bidang ekonomi.
Contohnya, Gus Baha menyebut potensi ekonomi Indonesia yang besar, seperti di Bali dan Batam, yang dapat dikembangkan lebih lanjut dengan pola pikir yang inovatif.
Menurutnya, masyarakat harus berani keluar dari pola pikir dogmatis agar mampu bersaing di dunia global.
Gus Baha menekankan bahwa kebersihan hati juga tercermin dalam interaksi sehari-hari.
Ia mengisahkan dakwah Nabi Muhammad SAW yang penuh kasih sayang, bahkan kepada orang-orang kafir.
“Nabi lebih memilih mendakwahi mereka dengan kelembutan daripada menggunakan kekerasan,” jelas Gus Baha.
Pendekatan ini, menurut Gus Baha, adalah cerminan dari kebersihan hati yang mampu menarik keberkahan dan membuka pintu-pintu rezeki.
Ia juga menyoroti pentingnya sikap memberi tanpa pamrih.
“Seorang kiai yang kaya raya tidak selalu menerima imbalan dari santrinya, tetapi justru memberi lebih banyak,” ujarnya.
Memberi dengan tulus, tanpa mengharapkan balasan, adalah bagian dari istiqamah yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup.
Gus Baha memperingatkan bahaya pemikiran ekstrem yang kaku dalam menjalankan agama. Ia mendorong umat Islam untuk memahami esensi ajaran agama dengan cara yang fleksibel dan sesuai konteks.
Contohnya, dalam hal zakat fitrah, ia menyarankan penggunaan bahan pokok yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat, seperti beras di Indonesia, daripada tetap terpaku pada teks tanpa mempertimbangkan realitas.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa semua tindakan, baik dalam ibadah maupun urusan duniawi, harus dilandasi dengan niat yang bersih.
“Jangan pernah terjebak dalam ritual tanpa memahami maknanya,” tutupnya (*)