HERALD.ID, JAKARTA — Pidato Prabowo Subianto pada peringatan ulang tahun Partai Golkar ke-60 viral di sosial media.

Prabowo mempertanyakan kiprah Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Investasi, dengan mempertanyakan, “Kok bisa jadi Menteri Investasi?” Pernyataan ini memicu spekulasi, apakah itu sebuah sindiran atau pujian.

Pengamat politik, Rocky Gerung, menilai, pidato Prabowo tidak bisa dilihat hanya sebagai candaan biasa.

“Ini adalah bagian dari dinamika politik yang lebih besar. Prabowo sedang memainkan strategi komunikasi yang menyentuh banyak lapisan, dari sindiran hingga pendekatan personal,” kata Rocky.

Prabowo juga sempat menyinggung potensi masuknya Presiden Jokowi ke Golkar, dengan menyarankan agar posisi yang ditawarkan lebih dari sekadar kartu anggota.

Hal ini, menurut Rocky, adalah langkah untuk merangkul Golkar sebagai mitra strategis di tengah ketegangan politik, termasuk setelah Jokowi dinyatakan dikeluarkan dari PDIP.

“Pidato itu punya banyak lapisan. Humor yang disampaikan Prabowo adalah bagian dari upaya mencairkan suasana, tetapi juga mengandung pesan serius tentang posisi politik Bahlil dan Golkar dalam pemerintahan saat ini,” lanjut Rocky.

Prabowo juga tampak memperkuat kedekatannya dengan tokoh senior Golkar seperti Abu Rizal Bakrie, Rocky menilai hal ini merupakan sebuah isyarat potensi aliansi politik yang lebih besar di masa depan.

“Golkar dan Prabowo sama-sama bermain dalam dinamika politik yang kompleks. Prabowo tahu bahwa Golkar adalah salah satu kunci untuk menjaga stabilitas politik, apalagi jika Jokowi benar-benar beralih ke Golkar,” kata Rocky.

Gimik politik seperti ini, menurut Rocky, adalah bentuk baru dari cara berpolitik di Indonesia. Dengan nada persahabatan, kritik tersirat dapat disampaikan tanpa menimbulkan ketegangan.

Namun, pesan di baliknya jelas, Prabowo mengakui pentingnya posisi Golkar, tetapi juga mengingatkan bahwa kabinet mendatang belum sepenuhnya aman.

“Dalam 100 hari ke depan, bisa saja terjadi perubahan besar di kabinet. Bahlil dan Golkar harus menunjukkan bahwa mereka memiliki kontribusi signifikan, bukan sekadar pengisi posisi,” ujar Rocky.

Di tengah dinamika ini, tantangan besar bagi Prabowo adalah menjaga legitimasi dan kepercayaan publik terhadap visinya.

Peran Gibran, yang dianggap tidak sejalan sepenuhnya dengan langkah politik Prabowo, disebut Rocky sebagai salah satu titik lemah yang harus segera ditangani.

“Guyonan Prabowo mungkin tampak ringan, tetapi ini adalah pesan serius untuk semua pihak. Politik kita semakin kompleks, dan setiap pernyataan harus dilihat sebagai bagian dari strategi besar,” tutup Rocky. (*)