HERALD.ID, JAKARTA – Pagi itu, keheningan di Kampung Poncol, Cirendeu, Ciputat Timur, pecah oleh teriakan putus asa. Yanih, kakak kandung YL, berdiri terpaku di ambang pintu rumah adiknya yang terkunci rapat. Desakan naluri membuatnya memutar ke sisi rumah, menemukan jendela samping yang tak terkunci. Ia masuk dengan hati berdegup tak menentu, seolah tahu ada tragedi yang menanti.

Di kamar tidur kecil, YL dan AAH, anak balita mereka, terbaring tak bernyawa. Wajah mereka pucat, tubuh kaku dalam pelukan sunyi. Yanih berlari dengan sisa harap yang masih terselip, membawa AAH ke Klinik Medika Cirendeu. Namun, kenyataan mencabut harapan terakhirnya. “Korban sudah meninggal,” ujar petugas medis, suaranya lirih namun pasti.

Duka di Atas Plafon Dapur

Dalam upaya mencari AF, sang suami, mata Yanih tertumbuk pada langit-langit dapur yang menggantungkan tubuh tak bernyawa. AF ditemukan tergantung, tubuhnya membisu dalam kesepian yang pekat. Tiga jiwa sekeluarga telah merengkuh keheningan abadi di bawah atap yang sama.

Motif yang Masih Terkunci

Kapolsek Ciputat Timur Kompol Kemas M.S. Arifin memastikan bahwa penyelidikan tengah berlangsung intensif. “Motif belum diketahui, namun ada dugaan terkait utang pinjaman online,” ungkapnya dengan nada berat. Tim forensik telah melakukan pemeriksaan menyeluruh, sementara para saksi dimintai keterangan demi merangkai potongan-potongan yang berserakan.

Jeritan yang Tak Terdengar

Pinjaman online, beban ekonomi, dan tekanan hidup adalah desas-desus yang melayang di udara, namun kebenaran tetap terkunci di dalam hati yang telah beku. Rumah kecil itu kini menjadi saksi bisu sebuah kisah yang tak akan pernah diceritakan secara utuh.

Dalam dinginnya pagi, kehidupan di Kampung Poncol terus berjalan. Tapi di rumah itu, waktu telah berhenti. Di sanalah, dalam sunyi yang mencekam, tragedi ini melukiskan kepedihan yang tak terucap. (*)