HERALD.ID, JAKARTA — Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuai berbagai kritik, termasuk dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

Kebijakan ini dianggap menambah beban masyarakat di tengah pemulihan ekonomi.

Said Didu menilai Sri Mulyani, yang telah menjabat sebagai Menteri Keuangan selama lebih dari dua dekade, turut bertanggung jawab atas kondisi perekonomian saat ini.

Ia menyoroti khususnya kebijakan utang yang menurutnya dilakukan secara berlebihan selama satu dekade terakhir bersama Presiden Joko Widodo.

“Ibu Sri Mulyani sudah jadi Menkeu selama lebih 20 tahun. Beliau harus ikut bertanggung jawab atas beban rakyat akibat kebijakan yang dibuat, terutama utang ugal-ugalan selama 10 tahun terakhir bersama Joko Widodo sehingga negara dan rakyat mengalami kesulitan seperti sekarang,” ujar Said Didu, Jumat (20/12/2024).

Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan PPN ini diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara, menjaga stabilitas fiskal, dan mendukung pembangunan nasional.

Namun, banyak pengamat menilai kebijakan ini dapat menekan daya beli masyarakat, yang baru saja pulih dari dampak pandemi.

Para ekonom mengingatkan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tambahan beban pajak.

Said Didu menegaskan bahwa pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan fiskal dan pengelolaan utang secara menyeluruh, serta memastikan transparansi demi mencegah dampak negatif yang lebih luas. (*)