HERALD.ID — Gus Baha menekankan pentingnya memiliki pola pikir yang kokoh dan terarah untuk mencapai hidup yang bermakna. Ia mengingatkan bahwa pola pikir yang lemah dan terpengaruh hawa nafsu sering menjadi penyebab kehancuran.

Sebagaimana dikritik dalam Al-Qur’an. Dalam Islam, kesadaran akan tujuan hidup dan tanggung jawab sosial menjadi fondasi utama untuk menjalani hidup yang dinamis dan harmonis.

Gus Baha menggarisbawahi bahwa umat Islam dianjurkan untuk senantiasa menjaga ibadah dengan penuh perhatian, seperti menanti waktu shalat berikutnya dengan kesiapan hati.

Ia juga menekankan pentingnya sikap positif dalam menghadapi kesulitan hidup, seperti kemiskinan atau pengabaian.

“Kesabaran dan kemampuan melihat hikmah dalam setiap peristiwa menjadi tanda kedewasaan spiritual, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat,” jelasnya.

Gus Baha mengingatkan bahwa perilaku buruk, seperti maksiat atau ketamakan, perlu dilawan dengan membangun stigma negatif terhadap tindakan tersebut.

Ia memberikan contoh kisah Nabi Muhammad yang menasihati seorang pemuda dengan pendekatan lembut agar memahami dampak buruk zina, sehingga mampu mengubah pola pikir negatif menjadi lebih konstruktif.

“Sikap rileks dan bijaksana juga menjadi poin penting dalam menjalankan kewajiban agama maupun aktivitas sehari-hari,” ujarnya

Gus Baha menjelaskan bahwa keseimbangan antara ibadah dan pekerjaan adalah sunnah Nabi, di mana mencari nafkah dengan niat yang benar termasuk ibadah.

Kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi interaksi sosial yang sulit menjadi salah satu cara untuk menjaga hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.

Gus Baha menyinggung pentingnya sedekah sebagai investasi yang abadi. Ia mengingatkan bahwa harta yang disedekahkan akan bernilai di akhirat, sementara harta yang digunakan sendiri hanya bersifat sementara.

“Melalui konsep ini, banyak pengusaha memilih untuk menyisihkan kekayaannya bagi sesama, menyadari bahwa berbagi adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah,” tuturnya.

Dalam pandangannya, kekayaan dan jabatan seharusnya menjadi alat untuk kebaikan, bukan sarana keserakahan.

Ia memberikan contoh para ulama yang menggunakan sumber daya untuk membangun pesantren dan masjid, menciptakan manfaat bagi masyarakat luas.

Mengenai kematian, Gus Baha mengajak umat islam untuk mengubah pandangan negatif menjadi lebih positif.

“Kematian seharusnya dianggap sebagai pertemuan dengan Allah, bukan sesuatu yang menakutkan,” katanha

Gus Baha menegaskan, jika hidup yang baik adalah hidup yang dipenuhi nilai-nilai ketuhanan, tanggung jawab sosial, dan kedekatan hati kepada Allah.

“Melalui pola pikir yang kuat, sikap positif, dan amal kebaikan, setiap individu dapat menemukan makna hidup yang sejati serta kebahagiaan di dunia maupun akhirat,” tutupnya. (*)