HERALD.ID — Pemerintah Iran resmi memutuskan untuk mencabut larangan terhadap platform pesan instan Meta, WhatsApp, serta Google Play, sebagai bagian dari upaya mengurangi pembatasan internet di negara tersebut.

“Mayoritas suara positif telah dicapai untuk mencabut pembatasan akses ke beberapa platform asing populer seperti WhatsApp dan Google Play,” ungkap kantor berita resmi IRNA pada Selasa (24/12/2024). Keputusan ini diambil dalam pertemuan yang dipimpin oleh Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

Presiden Pezeshkian, yang menjabat sejak Juli lalu, telah berkomitmen untuk mengurangi pembatasan internet yang diberlakukan selama bertahun-tahun di Iran. “Hari ini langkah pertama dalam menghapus batasan internet … telah diambil,” ujar Menteri Informasi dan Teknologi Komunikasi, Sattar Hashemi, seperti dikutip IRNA.

Namun, belum ada kejelasan kapan kebijakan ini akan mulai diberlakukan.

Platform media sosial, termasuk WhatsApp, sebelumnya dilarang karena dianggap memicu aksi protes antipemerintah. Pada September 2022, Instagram dan WhatsApp diblokir setelah kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi moral. Insiden ini memicu gelombang protes nasional yang berlangsung selama berbulan-bulan, mengakibatkan ratusan korban jiwa dan ribuan penangkapan.

Sementara itu, media sosial populer lainnya seperti Facebook, X (dahulu Twitter), dan YouTube telah diblokir sejak 2009. Masyarakat Iran mengandalkan jaringan privat virtual (VPN) untuk mengakses platform yang dibatasi tersebut.

Keputusan untuk mencabut larangan ini menuai perdebatan. Para pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa pembatasan internet telah memperburuk kehidupan masyarakat Iran. “Pembatasan tersebut tidak menghasilkan apa-apa selain kemarahan dan menambah beban bagi kehidupan masyarakat,” ujar penasihat presiden, Ali Rabiei, di X.

Namun, pihak konservatif justru mengecam langkah tersebut. Sebanyak 136 dari 290 anggota parlemen mengirim surat kepada dewan tertinggi pengelola internet, memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat dianggap sebagai “hadiah untuk musuh [Iran].” Mereka menyerukan agar akses hanya diberikan kepada platform yang mematuhi hukum dan nilai-nilai Islam.