HERALD.ID, BOGOR – Di keheningan malam yang dingin, tepat pukul 00.30 WIB, Sabtu, 28 Desember 2024, kobaran api tiba-tiba menerangi pojok Jalan Raya Pajajaran, Ruko Warung Jambu. Kantor media Pakuan Raya (PAKAR) dilalap si jago merah, diduga menjadi korban aksi pembakaran oleh orang tak dikenal.

Kejadian itu mengguncang jagat pers Kota Bogor. Di tengah gelap malam, sebuah insiden terjadi—bukan sekadar api yang membakar tembok dan kaca, tetapi simbol ancaman terhadap kemerdekaan suara yang jujur dan berani.

Gedung itu kini sunyi, hanya menyisakan aroma hangus dan bekas luka kecil di sudut bangunan. Tak ada kerusakan besar, tapi jejak api yang meninggalkan arang pada kardus dan botol plastik bekas bensin seolah menjadi saksi bisu dari malam penuh teror itu.

Dari kejauhan, seorang saksi mata, Aditia Anugerah Linardi, seorang driver ojek online, menyaksikan semuanya. “Ada dua pria. Mereka datang dengan motor. Salah satunya turun membawa kardus dan botol bensin. Ia berjalan mendekati kantor dan langsung menyalakan api,” ujar Aditia, matanya menerawang mengingat kejadian.

Pemandangan itu mencengangkan. Api yang baru menyala dengan cepat membesar setelah salah satu pelaku melemparkan botol bensin kedua. Namun, keberanian muncul di tengah kekacauan. Aditia dan beberapa warga sekitar sigap memadamkan api sebelum menjalar lebih jauh.

Tim INAFIS Polresta Bogor Kota bersama Polsek Bogor Utara telah melakukan olah tempat kejadian perkara. Barang bukti berupa sisa kardus yang terbakar dan botol bensin menjadi awal penyelidikan. Namun, motif di balik aksi ini masih menjadi teka-teki, memicu berbagai spekulasi di kalangan masyarakat.

Pemimpin Redaksi Harian PAKAR, David Rizar Nugroho, dengan tegas menyatakan sikapnya. “Kami tidak gentar. Kebebasan pers adalah napas kami, dan ancaman seperti ini tidak akan memadamkan semangat kami,” tegasnya, Sabtu, 28 Desember 2024.

David meminta aparat penegak hukum segera bertindak untuk mengusut tuntas kasus ini. “Kami tak ingin ada spekulasi liar. Pers yang bebas dan independen adalah benteng terakhir demokrasi, dan kami akan terus berdiri di garis depan untuk itu,” imbuhnya.

Kantor yang terbakar itu mungkin menyisakan bekas arang di tembok, tapi ia juga meninggalkan api yang berbeda—api semangat. Setiap luka kecil pada bangunan itu kini menjadi lambang perlawanan terhadap segala bentuk intimidasi yang mencoba membungkam kebebasan berbicara.

Aditia mengingat bagaimana pelaku pergi dengan santai ke arah Jalan Pajajaran setelah aksinya. Namun, kesunyian malam itu dipecah oleh nyala keberanian warga. “Kami hanya melakukan apa yang seharusnya. Tidak bisa diam saja melihat ini terjadi,” ujarnya.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers tidak diberikan begitu saja. Ia adalah hak yang diperjuangkan, dijaga, dan dilindungi. Api di PAKAR mungkin telah padam, tetapi semangat jurnalisnya terus menyala—lebih terang dari sebelumnya. (*)