HERALD.ID, JAKARTA —Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 memicu gelombang penolakan dari berbagai pihak.

Penolakan ini datang dari kalangan mahasiswa, buruh, hingga anggota legislatif yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan kestabilan ekonomi.

Minggu pagi (29/12/2024), sekitar seratus mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Timur menggelar aksi protes di Taman Bungkul, Surabaya.

Mereka menyerukan pembatalan kenaikan PPN dengan menggelar orasi, aksi teatrikal, dan pengumpulan tanda tangan masyarakat.

Ketua BEM Universitas Airlangga 2024, Aulia Thaariq Akbar, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan menyadarkan masyarakat tentang dampak negatif kenaikan PPN.

“Jika kenaikan ini tidak dibatalkan pada 1 Januari 2025, kami akan menggelar aksi lebih besar,” katanya.

Sejumlah buruh yang hadir di lokasi turut mendukung aksi ini. Widayati (52), salah satu buruh, menyatakan bahwa langkah mahasiswa sangat membantu masyarakat menyuarakan aspirasi mereka kepada pemerintah.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mendesak Presiden Prabowo Subianto menunda bahkan membatalkan kenaikan PPN.

Menurutnya, langkah ini tidak sejalan dengan amanat Pasal 7 Ayat (3) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar. Pernyataan ini disampaikan Rieke dalam Rapat Paripurna DPR RI pada awal Desember lalu.

Di sisi lain, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengaku belum mengetahui rincian terkait kebijakan kenaikan PPN tersebut.

Ia menyarankan pertanyaan lebih lanjut diarahkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pertemuan Elite Politik

Di tengah polemik kenaikan PPN, Presiden Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan para ketua umum partai politik pendukungnya pada Sabtu (28/12/2024).

Meski pertemuan ini diklaim sebagai ajang silaturahmi rutin, beberapa pengamat menilai isu kenaikan PPN bisa saja menjadi salah satu agenda pembahasan.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menduga ada upaya antisipasi dari koalisi pemerintah untuk meredam gejolak politik dan menjaga iklim investasi tetap kondusif.

Kebijakan menaikkan PPN menjadi 12 persen dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara.

Namun, banyak pihak menilai bahwa kebijakan ini dapat memperburuk daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi. (*)