HERALD.ID – Di balik setiap kata yang terangkai dalam sebuah buku, otak kita bekerja tanpa henti, seperti seorang pemecah teka-teki ulung. Huruf-huruf kecil itu diterjemahkan menjadi bunyi, kata, dan kalimat, membuka pintu menuju pengetahuan yang tersimpan di dalam teks. Namun, bagi sebagian anak, teka-teki ini terasa rumit dan penuh rintangan.

Melansir http://pafimanggaraibaratkab.org, Disleksia, sebuah gangguan belajar yang umum, menciptakan kekacauan dalam cara otak memproses bahasa tertulis.

Namun kabar baiknya, disleksia bukan akhir perjalanan. Ia adalah tantangan yang bisa diatasi dengan cara yang berbeda, melalui jalan memutar menuju pemahaman.

Ketika Jalan Raya Otak Terhalang

Allison Poore, seorang ahli patologi bahasa dan bicara, menggambarkan proses membaca seperti sebuah jalan raya yang menghubungkan berbagai bagian otak—area bahasa, suara, penglihatan, dan formulasi. Pada anak dengan disleksia, jalan itu terhalang, seperti pohon tumbang yang melintang di tengah jalur. “Yang perlu kita lakukan adalah mengajarkan otak untuk menemukan jalan memutar,” kata Poore. “Ini tentang menciptakan rute baru menuju tujuan.”

Berikut adalah cara-cara membantu anak Anda membangun jalan alternatif tersebut:

1. Mulailah dengan Tes

Langkah pertama adalah mengenali masalahnya. Jika anak Anda mengalami kesulitan membaca, mengeja, atau menulis; kerap mencampur posisi bunyi dalam kata (seperti mengatakan aminals alih-alih animals); atau frustrasi saat mengerjakan tugas sekolah, segera konsultasikan dengan dokter atau sekolah untuk tes disleksia.

“Jika anak Anda memiliki kosakata yang baik, menyukai sekolah, tetapi tiba-tiba terlihat kesulitan, bicaralah dengan seseorang,” saran Poore.

2. Membaca dengan Suara Nyaring

Membaca bersama anak, baik dengan Anda yang membaca keras-keras atau anak yang melakukannya, membantu mengaitkan suara dengan huruf. Bahas cerita itu bersama mereka: tanyakan tentang karakter, plot, atau kejadian menarik. Ini melatih kemampuan analisis sekaligus memperkaya kosakata mereka.

3. Percakapan Bermakna

Berbincanglah dengan anak Anda, terutama dengan pertanyaan yang membutuhkan jawaban panjang. Alih-alih bertanya, “Hari ini menyenangkan?” tanyakan, “Bagian terbaik hari ini apa dan kenapa?” Percakapan seperti ini memperkuat pemahaman bahasa dan pengucapan.

“Ini cara yang hebat untuk membangun koneksi di pusat bahasa otak,” ujar Poore.

4. Gunakan Alat Mnemonik

Rima, akronim, atau frasa sederhana bisa membantu anak mengingat hal-hal sulit. Contoh:

  • Membayangkan kepala sekolah sebagai teman (principal = pal) untuk mengeja dengan benar.
  • Akronim HOMES untuk mengingat Great Lakes (Huron, Ontario, Michigan, Erie, dan Superior).
  • Mengaitkan kata dessert dengan dua s karena Anda ingin dua porsi.

“Trik-trik ini sangat membantu,” jelas Poore.

5. Melibatkan Semua Indra

Bacaan bukan hanya tentang mata yang menelusuri halaman. Ajari anak Anda menggunakan semua indra: bagaimana kata terlihat, terdengar, dan terasa saat diucapkan. Pendekatan multisensori ini menguatkan koneksi di otak.

6. Gunakan Buku yang Bisa Didekode

Buku decodable dirancang untuk memperkenalkan hubungan huruf-bunyi secara bertahap. Buku ini membantu anak menguasai kata-kata umum dan konsep fonik untuk meningkatkan kefasihan dan pemahaman membaca.

7. Ulangi dan Latih

Latihan adalah kunci membangun jalur baru di otak. Bacaan berulang membantu anak menguasai keterampilan yang sebelumnya sulit dipahami.

“Bahkan saat anak semakin besar, ada buku-buku yang bisa membantu mereka,” kata Poore.

Sumber Daya untuk Orang Tua

Jika Anda mencari dukungan, Poore merekomendasikan:

  • International Dyslexia Association (IDA): Organisasi pendidikan dan advokasi dengan alat dan tips terkini.
  • Florida Center for Reading Research (FCRR): Sumber informasi dan aktivitas belajar untuk anak-anak.
  • Reading Rockets: Strategi berbasis riset untuk membantu anak dengan disleksia menjadi pembaca yang mahir.

Penutup: Jalan yang Berbeda, Tapi Sama Bermaknanya

Disleksia bukan penghalang untuk meraih mimpi. Ini hanyalah cara otak bekerja secara unik. Faktanya, sekitar 20% populasi memiliki bentuk disleksia tertentu. Dalam satu kelas berisi 30 siswa, rata-rata enam anak mungkin mengalaminya.

“Disleksia perlu lebih sering dibicarakan,” ujar Poore. “Anak-anak harus tahu bahwa ini bagian dari diri mereka, dan tidak ada yang salah dengan itu. Dengan strategi yang tepat, mereka akan berhasil.”

Anak Anda, dengan segala keunikannya, memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai langit. Tantangan disleksia adalah undangan untuk menemukan keindahan dalam perjalanan belajar yang berbeda. (*)