HERALD.ID, JAKARTA — Gus Baha menyampaikan pandangan mendalam mengenai pentingnya menjaga hati agar tidak mudah tergoda oleh maksiat.
Menggunakan kisah-kisah dari para ulama terdahulu, beliau menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada hafalan, tetapi juga pemahaman mendalam terhadap ilmu agama.
Gus Baha mengangkat kisah Mbah Munawir, pendiri Pesantren Krapyak, yang dikenal sangat mencintai ilmu dan senantiasa menanamkan pemahaman mendalam kepada para santri.
Mbah Munawir menekankan bahwa menjadi penghafal Al-Qur’an tidak cukup jika tidak memahami kandungan dan hikmah yang ada di dalamnya.
Beliau juga membahas bagaimana para ulama besar seperti Imam Syafi’i dan Abu Hanifah tetap saling menghormati meskipun sering berbeda pendapat dalam hal fikih.
“Tawasul mereka bukan sekadar formalitas, tapi perilaku yang lahir dari keikhlasan dan pemahaman mendalam akan pentingnya menghormati satu sama lain,” ujar Gus Baha.
Selain itu, Gus Baha juga mengingatkan agar umat Islam tidak terpecah hanya karena perbedaan pandangan. Mengutip ajaran para pendiri Nahdlatul Ulama, seperti Mbah Hasyim Asy’ari, beliau menekankan pentingnya menjaga persatuan tanpa menyingkirkan perbedaan.
“Dulu, para ulama belajar kepada guru yang sama, tetapi tetap menjaga cara berpikir yang berbeda tanpa saling menyalahkan,” tambahnya.
Dalam kajiannya, Gus Baha juga berbagi kisah inspiratif Nabi Musa dan Nabi Muhammad yang menunjukkan bahwa kesederhanaan dan sikap rendah hati menjadi kunci dalam mendekatkan diri kepada Allah.
“Pertanyaan Allah kepada Nabi Musa yang ringan menunjukkan bahwa hubungan dengan Allah tidak perlu dibuat rumit, tapi dengan ketulusan dan keikhlasan,” jelas Gus Baha.
Gus Baha berpesan agar setiap generasi harus terus melestarikan tradisi ilmu agar warisan para ulama tetap hidup. “Karena melalui ilmu, hati kita menjadi lebih kokoh dan terhindar dari godaan maksiat,” tutupnya. (*)