HERALD.ID, JAKARTA – Di balik meja panjang dengan berkas-berkas penting, dua pemimpin bangsa beradu pandang penuh tekad. Di satu sisi, Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), membawa misi pengawasan yang melekat di jantung kebutuhan dasar rakyat. Di sisi lain, Syafrie Syamsuddin, Menteri Pertahanan, menggenggam tanggung jawab menjaga negeri dari segala ancaman. Pada pertemuan di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025, kedua pemimpin ini sepakat: kemandirian dalam obat dan pangan adalah kunci kokoh bagi pertahanan nasional.
“Ketahanan bangsa tidak hanya tentang senjata dan strategi,” ujar Taruna. “Pangan dan obat, dua kebutuhan primer manusia, adalah landasan stabilitas negeri.”
Dalam pertemuan itu, angka-angka berbicara lantang. Sebanyak 90 persen bahan baku obat di Indonesia masih bergantung pada impor, dengan China, Jerman, India, dan Amerika Serikat sebagai penyokong utama. Ketergantungan ini ibarat rantai tipis yang rentan putus di tengah krisis global. Maka, sebuah seruan lahir: waktunya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri.
Namun, kemandirian ini tak bisa dicapai dengan langkah tunggal. BPOM dan Kementerian Pertahanan memulai dengan merancang sinergi yang melibatkan berbagai sektor. Pengembangan pengobatan tradisional menjadi salah satu fokus, mengingat warisan kekayaan herbal Nusantara yang mencapai 17.200 jenis. Tetapi, ironisnya, hanya 97 di antaranya yang memenuhi standar ilmiah.
“Kita harus mengangkat martabat obat herbal ini,” kata Taruna, matanya memancarkan semangat. Ia menyebutkan bahwa Rumah Sakit Jenderal Soedirman, di bawah Kementerian Pertahanan, telah membuka layanan pengobatan tradisional sebagai langkah awal.
Tak hanya berhenti di sana, Kementerian Pertahanan berencana menyatukan unit-unit farmasi yang dikelola TNI dan Kepolisian. Melalui Universitas Pertahanan, visi besar membentuk perusahaan farmasi nasional mulai diwujudkan. Harapannya, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk membawa Indonesia bersaing di panggung internasional.
“BPOM harus menjadi lembaga global yang terdaftar di WHO Listed Authority,” ujar Syafrie dengan nada optimistis. “Kami, Kementerian Pertahanan, siap mendukung sepenuhnya.”
Di tengah percakapan, tampak sebuah kesadaran bahwa kemandirian obat dan pangan bukan hanya persoalan teknis. Ini adalah soal harga diri bangsa, sebuah wujud cinta tanah air yang tidak bisa ditawar.
“Ketahanan nasional sejati bukan hanya tentang kekuatan militer,” tutup Syafrie. “Tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga rakyat tetap sehat dan kuat melalui kemandirian obat dan pangan.”
Dalam momen itu, visi baru lahir. Visi tentang Indonesia yang mandiri, berdiri kokoh di tengah badai global. Visi yang dihidupi oleh langkah-langkah kecil namun pasti dari mereka yang memahami, bahwa pertahanan sejati dimulai dari ketahanan yang paling mendasar. (*)